Rabu, 05 Mei 2010

Medan

Naik taksi?? Aaaah mahal! Saya sebal jika pilihan saya hanya naik taksi, tak perlulah naik taksi, bisa naik mobil kalong atau bisa numpang mobil orang?? Hahahaha. Kenapa orang selalu berpikiran negatif jika ada perempuan ditawari tumpangan? Tapi tidak pernah berpikiran seperti itu kepada laki-laki?? Tidak adil.

Badan saya terasa lemas ketika melangkahkan kaki keluar dari kos-kosan. Saya memang sudah tiga hari ini merasa tidak sehat. Tubuh saya menjerit-jerit meminta saya beristirahat sementara percikan neuron dalam otak memaksa saya untuk selalu bangun dan berpikir. Jadilah saya putuskan memakai taksi dari kos saya menuju kuningan untuk kemudian dilanjutkan ke bandara, itupun karena saya punya voucher taksi.

Saya tertidur didalam taksi, kedinginan, padahal saya sudah memakai sweater. Hari ini penampilan saya aneh bin ajaib, dengan terusan bunga-bunga beserta cardigan hitam bunga-bunga pula, legging dan sepatu boot, membuat saya merasa seperti Loona Lovegood yang aneh. Tapi tak apa saya aneh, karena saya adalah saya. Telepon berdering ketika saya tertidur diantara jalan yang padat dan macet. Saya menjawab dengan lemah, saya bilang bahwa saya sudah di dalam perjalanan. Lalu telepon disudahi. Saya bertanya pada supir taksi,

”Sudah sampai mana pak?” tanya saya.
”Sedikit lagi sampai kuningan... tidur aja lagi mba...” dia kasihan melihat saya yang kurus gepeng tak berdaya ini rupanya.

Saya akhirnya sampai ke kuningan. Sebelum saya turun sang supir taksi bertanya apakah saya bekerja di dalam gedung ini, saya bilang tidak, walau saya bilang tidak dia menitip pekerjaan sebagai supir tetap, selain jadi supir taksi. Saya minta nomer teleponnya, bertekad mencarikannya pekerjaan baru yang mungkin saja lebih baik daripada supir taksi. Saya berbicara sendiri, berangan-angan berbicara dengannya. Bapak, sebenarnya semenjak kemarin saya banyak melewatkan kesempatan untuk membalas perbuatan baik dari orang yang saya tidak kenal. Hari ini saya simpan nomer telepon bapak, saya akan carikan, doakan saya dapatkan pekerjaan untuk bapak ya...

Kami berganti taksi untuk pergi menuju Bandara. Ini masih terlalu pagi dan kami bertiga tertawa, menertawakan kebodohan. Saya tertawa diantara beban deadline yang menumpuk dan tidak saya mengerti karena tidak ada teman untuk berdiskusi. Pesawat kami yang menuju medan tertunda selama dua puluh menit. Sedari tadi saya mengantuk karena saya mengonsumsi obat tidur semalam. Efeknya masih terasa sekarang.

Ini pertama kali dalam seumur hidup saya menginjakkan kaki ke Medan. Namun karena saya kesini untuk bekerja bukan berkeliling, jadi mungkin hanya sedikit saya bisa cerita tentang hal yang unik-unik.

Masih seperti kemarin, kami langsung ke salon begitu mendarat, melakukan glasi resik dan fitting baju lagi. Karena waktu luangnya lebih banyak, kami pun memutuskan untuk pergi makan terpisah dari kru. Kami berputar-putar naik becak yang jika di Medan becak dikemudikan dengan motor. Menyenangkan? Biasa saja, jauh lebih menyenangkan ketika saya dulu kecil dan tidak khawatir terhadap apapun.

Makan-makan diluarnya singkat. Lalu dengan taksi kami kembali ke hotel, dan itu kamar kami di bagi dua. Saya punya partner yang pas untuk tidur dengan tidak menyalakan AC. Badan saya rontok karena serangan yang bertubi-tubi, hingga saya sepertinya anoreksia akut sekarang dan butuh istirahat serta penanganan medis secara berkesinambungan. Tapi saya kan’ enggak punya uang.

Singkat. Sekejap.

Kami sudah mau pulang, menunggu pesawat jam enam. Dari hotel selesai acara fashion show dan di kritik karena tak terlihat bersemangat, jika dulu saya dapat kritik itu saya akan bersemangat, namun perasaan menggebu-gebu ini sudah hilang. Punyakah saya semangat yang baru?

Tiba-tiba, saya ingin tinggal satu atap dengan teman-teman saya yang lain. Supaya ketika saya bangun, saya tidak merasa asing dan sendirian. Namun hal itu mustahil kan? Mustahil dari kultur kita saat ini... Mustahil karena saya orang yang jahat...

Misi yang gak mungkin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar