Rabu, 05 Mei 2010

Bogor sehabis hujan


Sore itu di Bogor. Ramalan cuaca mengatakan bahwa kota kecil ini akan disambangi hujan deras. Betul saja, sesuai namanya, kota hujan yang sekarang mungkin sudah jadi dua julukan, kota hujan dan kota macet. Bogor sering macet. Kami menunggu hujan reda disebuah tempat yang kira-kira kokoh melindungi. Tahan terpaan angin dan air.

Kira-kira dua puluh menit dengan lagu-lagu yang bertebaran disepanjang waktu tersebut, diantara hujan yang menerpa kaca-kaca bangunan, diantara hembusan nafas dari makhluk-makhluk yang hidup, diantara kata, diantara canda, diantara tawa, diantara marah, diantara duka, hingga kembali lagi pada tawa.

"Lihat ada rusa" ujarnya.

Saya jika melihat binatang, entah kenapa jadi merasa sangat akrab dan dekat. Ada kira-kira 5 ekor rusa disana, berdiri ditanah berlumpur yang basah karena hujan barusan. Mereka sibuk merumput dan lari jika saya mendekat. Dia tertawa, entah menertawakan saya atau rusanya. Saya bilang saya ini mungkin dulunya binatang, buktinya saya lebih suka menegur binatang daripada dia. Tertawa lagi. Tertawa melulu, memangnya saya sule??

"Rambut kamu aneh."
"Memang, ini untuk cari uang."
"Hmmm...mau makan?"
"Enggak, kamu?"
"Mau, saya mau makan rusa itu"
"Gak boleh mereka teman-teman saya"
"Sejak kapan jadi teman?"
"Sejak sekarang, oh lihat! Itu ada yang tanduknya hilang..."

Saya tunjuk seekor rusa jantan tanpa tanduk dengan sisa luka yang masih basah. Kasihan, kira-kira kenapa ya?

"Kalau teman tanya dong, kenapa tanduknya bisa hilang?"
"Ngejek ya? Saya kan gak bisa bahasa rusa..."
"Lho gimana kamu bisa tahu mereka teman sementara mereka tidak pernah mengungkapkan hal itu kepadamu?"
Kata-katanya ada benarnya juga, tapi saya tidak mau kalah.
"Bahasa saya bahasa cinta..."
Lalu dia tertawa terbahak-bahak.
"Serius..."
Seketika dia diam. Lalu memandang mata saya sedikit lama dan kemudian memalingkan muka. Apa yang dia cari? Apa yang kamu cari disana? Ada apa disana?
"Ya ya ya..." ujarnya sambil tersenyum. "Ada luka, ada cinta..." gumamnya.

Ketemu.
You read me like a book.
I hate it.
I hate to be lame right now.
I hate myself.
I hate all of it.

Kami berjalan lagi, menelusuri tempat lain, jauh dari rusa memandangi jalan yang lalu lintasnya telah kembali sibuk. Hei, hidup ini dagelan. Jika saya utarakan itu dia pasti akan setuju. Karena dia sudah kenyang menertawakan hidupnya yang jauh dari lapar. Dia kenyang dengan kelaparan yang bertubi-tubi menyambanginya tiap hari.

"Saya mau makan..."
"Makan apa?"
"Makan cinta?"
"Hmmm...bisakah?"
"Entah..."
"Bolehlah daripada makan anjing"
"Daripada makan ayam"
"Daripada makan babi"
"Daripada makan sapi"
"Daripada makan ular"
"Daripada makan tikus"
"Daripada dimakan..."
"Dimakan?"
"Kamu, dimakan cinta"
"Dimakan apa?"
"Tenggelam dalam hatimu sendiri yang membesar dan kamu tidak tahu bagaimana membawanya hingga kamu kesulitan untuk bergerak."
"Shit, you read me a lot!!"
"Ssssh...gak perlu teriak-teriak kan."
"Saya kesal dengan kamu dari tadi."
"Kenapa? Because I read you like a book?"
Damn!

Saya tinggal dia disana dengan kamera yang masih bertengger ditangannya. Mengingatkan saya bahwa gambar-gambar yang seharusnya beku dan indah dipandang menjadi hilang karena memorinya segera terhapus oleh waktu. Namun, langkah saya terhenti dan kembali menghampirinya.

"Kamu benar, I hate myself."
"Let it be then..."


-Bogor, sehabis hujan-

note : mimit kamu taulah saya ini...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar