Selasa, 23 Februari 2016

A Tribute to Gaianomi















There you are, under the water, across the sky
There you are, reach the bottom of the earth
There you are, never alone
There you are, away from this big bad human world
There you are, free to fly

There you are, friends with bee and birds
There you are, away from manipulation
There you are, never selfish just like nature
There you are, a forever flower
In the very top of highest mountain

There you are, hope and dreams
There you are, after the fight to survive
There you are, always living
There you are, strong and undefeated

Here you are, on my water, on my air
Here you are, in every step I take
Here you are, i know you
Gaianomi
Here you are, always part of me
Here you are, in my mind

 

Kamis, 11 Juni 2015

Selamat Ulang Tahun Mama



You know what Mom? You are ain't perfect. But you are my mom and i'm proud to say it to the whole world.

Mama saya terlahir disebuah kampung kecil di Sumatera Barat, dekat dengan Pelabuhan Kapal Teluk Bayur yang namanya melegenda karena cerita rakyat Siti Nurbaya. Menghabiskan masa remajanya tinggal dengan saudara yang lebih mapan, hal ini harus dilakukan nenek saya untuk dapat bertahan hidup karena kakek saya saat itu menjadi buronan TNI dikarenakan ia masuk dalam organisasi PKI yang kemudian melarikan diri ke hutan selama dan kembali lagi setelah 13 tahun kemudian, setelah situasi sedikit aman di bawah pemerintahan yang mengharamkan PKI. Nenek saya sudah menikah lagi sebelum 13 tahun berlalu, keluarga Mama saya pun bertambah. Ia memiliki 4 kakak kandung, 1 adik kandung dan 2 adik tiri.
Tidak banyak sekolah yang bisa digapai pada masa Mama remaja, sebuah sekolah kejuruan farmasi setara SMA, membuatnya menyumpah-nyumpah agar tidak ada satupun keturunannya yang masuk farmasi, dan pun yang membuatnya merantau ke Jakarta untuk bekerja di apotik di wilayah Melawai.

Mama saya menikah di usia 23 tahun, saya adalah anak pertama yang lahir saat usianya 24 tahun jalan 25. Dari foto album yang ada dalam kenangan saya, she looks very happy to have me to the world, I can see it from her eyes. Saya terlahir dengan kulit sawo matang sama seperti kulit Mama saya. Seperti tipikal album foto keluarga, banyak sekali foto-foto saya dan pertumbuhan yang menyertainya. Saya satu tahun, dua tahun, empat tahun, lalu hadir adik saya, dan seterusnya hingga terhenti pada saya yang berumur 12 tahun, albumnya sudah tidak muat. Mama saya memiliki beberapa sifat jelek yaitu agak manja jika sakit, peng-kuatir, terlalu permisif, suka takut, suka kalah didominasi, mungkin hal itu semua karena latar belakang rasa cintanya yang tinggi seperti kata pepatah One Day Too Much Love Can Kill You. Saya pikir begitulah pecinta sejati, suka mengorbankan dirinya sendiri, beberapa orang sebut itu bodoh, saya lebih suka menyebutnya 'pecinta sejati'. Beberapa sifat-sifat ini memurun pada saya, namun terlahir juga dari Ayah yang tempramental, akibatnya sifat saya jadi setengah-setengah. Kadang permisif yang baik-baik saja, kadang kalau marah bisa ngamuk, sounds like Bipolar-am I?

Mama saya sekarang berusia 54 tahun, baru saja berulang tahun tanggal 8 Juni lalu. Sudah setengah abad lebih 4 tahun, ia sudah menganggap dirinya tua. Saya selalu marah jika ia menyerah begitu saja melabeli dirinya 'sudah tua'. Saya belum tahu ingin memberikan kado apa untuknya pada hari ulang tahunnya, belum bisa berikan hal-hal yang telah berikan untuk saya seperti tak lelah gendong naik-turun angkot ketika saya tertidur di mobil, bersedia jaga saya yang seringkali sakit-sakitan, mengkhawatirkan pergaulan saya karena saya perempuan, mengkhawatirkan saya yang terluka jika ada masalah cinta, mengkhawatirkan saya tidak bahagia dalam hidup, mengkhawatirkan saya minum air terlalu sedikit, mengkhawatirkan saya tiada mendahului dia, mengkhawatirkan saya terlibat masalah jika ia mengambil keputusan yang salah. Seperti layaknya semua orang tua di dunia, mengkhawatirkan anak-anaknya. Hal-hal yang sulit untuk dibayarkan.

Mama saya mungkin tidak seperti mama orang lain yang beruntung bisa masuk perguruan tinggi, bukan anak kota yang suka jazz, ia suka musik melayu dan dangdut, tidak memiliki pengetahuan umum yang luas karena hidupnya berkutat pada farmasi dan bagaimana menjadi ibu rumah tangga yang baik, gampang percaya pada sesuatu, tidak suka sushi-pizza atau makanan-makanan yang sekarang dianggap keren ia cuma suka masakan terjahat di dunia, masakan daerah asalnya, masakan Padang.

Mama saya memiliki banyak kesalahan dalam hidupnya, judge her only by that. Don't ever mock her because you think she's uneducated, loves melayu and dangdut, have a simple taste for food, because she doesn't understand english. Mama saya punya semangat luar biasa untuk berdikari dengan jiwa entrepreneurship yang kuat. Hingga hari ini ia selalu semangat.



Selamat tambah usia ke 54 Mama dari putrimu yang sudah bisa mandiri dan tak perlu kau khawatirkan lagi :)

Rabu, 31 Desember 2014

COPEEEET!!

Kelas menengah ngehe. Itu kata orang-orang untuk kelas menengah yang ingin ikut-ikutan bergaya macam kelas atas. Seperti misalnya pakai tas mahal tapi makan selalu di warteg. Bagi saya sebenarnya hal tersebut sah-sah sajalah, semua orang punya alasan untuk membeli barang-barang yang diinginkannya. Saya tidak tahu apakah saya termasuk kelas menengah ngehe atau kelas pelit, karena tidak mampu membeli smartphone seharga 2juta (gadget diatas 1 juta bagi saya mahal), saya memilih mencicil smartphone tersebut untuk membagi pengeluarannya jadi per bulan.

Membeli smartphone yang mumpuni diperlukan dalam pekerjaan saya untuk mensupervisi social media sebuah brand. Saya memilih smartphone low cost dengan harga tidak terlalu mahal namun dengan 'dalaman' yang lumayan bersaing dengan smartphone di kelas 5 juta. Memang sih gengsi enggak dapet karena label smartphone China, tapi kan yang penting fungsi. Saya sebenarnya anti dengan smartphone touchscreen yang tanpa keypad, karena selalu bikin typo, sebuah kesalahan yang harusnya bisa diminimalisir - kalau ada keypad. Cuma apa daya sebesar apapun resistensi saya yang cuma setitik ini, pasti kalah dengan banjir bandang demand touchscreen dari ribuan titik lainnya. Alhasil, voila! Touchscreen laris dipasaran.

Hari berlalu, saya punya hape baru yang selalu di 'cie-cie'-in teman atau kerabat lainnya, tipikal sekali reaksi macam itu. Kantor baru saya yang terletak di gedung GKBI Tower, bisa dicapai dengan dua kali naik. Biasanya saya selalu mengandalkan ojek untuk pergi dan pulang kantor, namun kali ini karena cukup dekat, saya mencoba untuk berpositif thinking mengandalkan angkutan umum. Memang sih saya jadi harus bangun lebih pagi, namun saya pikir ini bagus untuk melatih kedisiplinan saya di kota Jakarta yang keadaan lalin tidak tertebak.

Hari itu, pukul delapan pagi. Saya berangkat kantor, merasa happy, merasa sangat sehat dan kuat, serta merasa bergairah untuk memulai pekerjaan baru. Saya naik bis 213 menuju GKBI. Bis kosong, saya duduk sambil menjawab beberapa pesan wassap dari beberapa teman. Setengah perjalanan ada seorang ibu naik, karena tidak ada seorang pun kaum hawa yang berdiri saya memberikan tempat duduk saya, saya pun berdiri. Ketika sedikit lagi sampai, saya menunggu giliran untuk turun ada dua orang bapak berumur sekitar 40-45 tahun di depan saya, dua orang. Ia terlihat seperti bingung mau turun atau tidak. Saya yang mau turun jadi terhambat, saya bersimpati mungkin si bapak bingung mau turun dimana sehingga saya tidak boleh marah, meski saya terhambat turun dan harus bersusah payah untuk turun. 

Saya pada akhirnya turun, kemudian bersiap menyiapkan tas saya untuk diperiksa satpam, alangkah kaget ketika ternyata resletingnya setengah terbuka. Saya kemudian mengaduk-aduk smarthphone dan dompet. Oke, dompet ketemu dan smartphone... oh tidak...oh tidak!! Saya keluar dari pos satpam dan melihat bis 213 sudah melaju jauh. Perubahan emosi mulai terasa, saya marah, kesal, dan takut sekaligus. Saya kemudian langsung naik dan menghubungi pacar agar ia bisa memberitahu yang lainnya. Masalah tidak berujung sampai situ, copet lancang mengirim pesan ke teman-teman terdekat untuk minta pulsa. Duh geramnya. Masalahnya hape saya tidak diproteksi kata sandi, hal itu sangat saya sesali.

Kejadian copet tersebut akhirnya membuat saya yang positive thinking atas sesuatu, jadi antipati. Saya jadi enggan naik angkot, saya jadi selalu curiga sama orang, saya jadi antipati sama anak-anak kecil yang minta-minta, saya jadi gak punya belas kasihan, saya jadi dendam tiap kali liat 213 dan beberapa kali menemukan bapak yang waktu itu ada didepan saya yang merupakan komplotan copet, saya jadi marah-marah tiap kali bayar tagihan kartu kredit yang menampilkan cicilan hape - sementara hapenya sudah hilang, saya jadi marah sama Huawei yang tidak ingin membantu saya memberantas imei produk buatan mereka agar tidak bisa digunakan lagi, saya jadi mencari-cari hape sejenis di situs jual beli dan menemukan penjual yang menjual sehari setelah saya kecopetan tanpa kardus dan gambar wallpapernya masih sama, saya jadi membuang-buang waktu saya untuk dendam kesumat dan saya jadi negative-lah pokoknya.

Terima kasih Jakarta.
Terima kasih Copet.
Terima kasih sudah bikin saya jadi Darth Vader. 


- GKBI, setelah melihat copet yang sama di 213 untuk kesekian kalinya.    

Senin, 21 April 2014

Surat untuk Kartini




Dear Kartini,
Meski kamu telah jauh mendahului kami semua karena kondisi kesehatanmu yang buruk pasca melahirkan anakmu, namun surat ini tetap aku tujukan untuk dirimu. Seperti dulu kau sering berbagi cerita dengan sahabat-sahabat pena-mu di Belanda.

Sekarang adalah tahun 2014. Gedung-gedung tinggi dibangun menjulang. Jalan raya ramai dan padat dengan berbagai kendaraan bermotor. Sekolah sudah tersebar luas hingga ke pelosok, semua anak, laki-laki ataupun perempuan dapat memasukinya namun disesuaikan dengan kemampuan ekonomi, yang tidak punya uang untuk makan, otomatis tak akan punya uang untuk pergi ke sekolah.

Hari ini tempatku bekerja, sebuah pusat perbelanjaan yang penuh barang-barang mewah dan mahal turut memperingati hari Kartini, mereka merayakan dengan mengadakan parade 135 busana kebaya. Semua orang yang datang cantik, diantar mobil mewah, penuh make up, berkebaya mahal dan memakai make up tebal lengkap dengan tatanan konde yang modern maupun tradisional.

Perekonomian masih terpusat ke Betawi yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Jakarta. Kekhawatiranmu, bahwa perempuan-perempuan akan terjebak di balik tembok karena kungkungan partriaki, kini berubah, semua perempuan kota kebanyakan sudah bekerja sekarang. Profesi mereka macam-macam, ada yang jadi petani, pedagang, bekerja sebagai tenaga perbankan, bahkan bekerja seperti layaknya laki-laki, seperti menjadi tukang becak atau kondektur bis. Namun aku tahu, jauh dari dinding yang terlihat, kau takut akan dinding yang tak terlihat bukan?

Semasa saya kecil, Kartini, ada banyak norma-norma yang dikenakan kepada perempuan yang mengatur tingkah lakunya sebagai perempuan. Tertawa terbahak-bahak dilarang, berjalan pun harus anggun, cara makan pun demikian. Jika seorang perempuan tidak dapat mengandung/mandul maka ketika ia di madu atau diceraikan, ia musti sadar akan kekurangannya yang tidak dapat mengandung dan banyak orang dalam hati menyetujui sabuk sosial yang demikian. 

Perempuan yang berpakaian minim, dicemooh dan ketika dirinya diperkosa karena ada laki-laki bejat yang tidak tahan dengan hawa nafsunya sendiri, dan kamu akan lihat komentar di bawah berita online tersebut, banyak yang mencaci maki dan mengamini si perempuan diperkosa karena pakaiannya yang mengundang. Dan jika kamu baca berita lainnya lagi, di belahan dunia lainnya, di Maroko, di sana pelaku pemerkosaan tidak akan dihukum jika ia bersedia menikahi korbannya, lalu si perempuan tidak diberikan pilihan apapun? Pantas saja ada yang bunuh diri ketika hal itu yang dipilih oleh si pemerkosa.

Emansipasi pun diartikan berbeda dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan, pada beberapa kantor pada awalnya, perempuan dilarang untuk menggunakan celana panjang, hanya boleh menggunakan rok mini. Pada bidang olahraga, sudah dengar berita Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) menetapkan bahwa pebulutangkis putri harus menggunakan rok mini di setiap pertandingan besar dengan alasan untuk mengembangkan daya tarik penonton menonton olahraga tersebut. Rok mini, bebas dipakai oleh siapapun yang ingin memakainya, namun ketika hal ini diwajibkan atau dengan latar belakang alasan yang sungguh dangkal, ini jadi masalah bukan? BWF harusnya tahu bahwa mengobarkan semangat olahraga lebih penting dipikirkan dibandingkan menjual olahraga dengan daya tarik seksual perempuan pada kaum adam.

Emansipasi yang kau kejar adalah kesetaraan kesempatan bagi laki-laki ataupun perempuan. Laki-laki bisa mengenyam pendidikan, begitupun dengan perempuan. Tugas rumah tangga identik dengan tugas perempuan namun yang harusnya ada adalah pembagian tugas dan kerjasama yang baik antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dapat mengeluarkan pendapatnya. Perempuan dan laki-laki setara, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah.

Celakanya Kartini, emansipasi masih saja jadi di salah arti hari ini...



Sebelum usai kerja di Dharmawangsa Square

Rabu, 04 September 2013

Sebuah Opini untuk Perahu Kertas 1



Oke, sebelum saya menumpahkan semuanya, ingin rasanya mengingatkan pembaca bahwa saya sedikit lagi berumur tiga puluh tahun, tidak pernah punya latar belakang semanis dalam film ini, tukang kritik, tapi yang perlu digaris bawahi bukan karena hal-hal itu saya mengkritik film ini, in fact I LOVE Reza, he is a talented and promising actor, namun lebih karena memang saya menemukan kejanggalan dan kelebayan yang memang harus diungkapkan bahwa hal ini kurang sesuai realita

Mari kita mulai.

Tersebutlah Kugi, seorang gadis belia yang manis yang sangat ngefans pol sama yang namanya dongeng dan dengan bekal itu berangkat kuliah ke Bandung mengambil kuliah jurusan Sastra. Setelah beberapa lama ngekos di Bandung, tau-tau temannya punya saudara sepupu yang datang dari Belanda, mau kuliah juga di Bandung, ambil ekonomi, namanya Keenan. Kugi punya kebiasaan unik, yaitu menciptakan ‘radar neptunus’ yang terbit dari dongeng impiannya. Kugi nyaris selalu menemukan hal-hal yang benar dengan radar neptunusnya, tak terkecuali ketika mereka kesulitan mencari Keenan di stasiun kereta kota Bandung yang ramai.

Keenan merasa kepribadian Kugi menarik, gadis yang semangat untuk mengejar mimpi jadi penulis. Sementara dirinya harus kuliah ekonomi pilihan Ayahnya, sementara cita-citanya yang paling dalam adalah melukis. Karena Kugi-lah Keenan percaya bahwa ia juga bisa menghidupkan mimpinya. Keenan yang tampan, segera jadi rebutan, apalagi ketika Grace (benarkah namanya?) seorang gadis cantik, blasteran, yang orang tuanya adalah pemilik Galeri kenamaan, datang mendekati Keenan.

Meski pada awalnya Keenan dibohongi oleh Grace yang bilang bahwa lukisannya laku, dan jadi PEDE kejar mimpi, padahal lukisan dibeli ortu Grace semua, namun sudah kepalang tanggung, Keenan ingin mengejar impiannya menjadi pelukis. Ia pun berangkat ke Bali, meninggalkan kuliahnya untuk jadi seorang pelukis. Sementara Kugi, lulus jadi sarjana Sastra, magang di sebuah kantor advertising teman kakaknya. Menjadi anak magang Kugi harus pasrah cuma dapat kerjaan fotokopi dan bikin kopi atau teh, hingga suatu saat ketika tim kreatif yang sedang brainstorming kehabisan ide, lalu Kugi muncul dengan ide brilian.

Voila! Sejak saat itu Kugi pun jadi karyawan tetap dan diserahkan tanggung jawab untuk memimpin tim kreatif yang biasanya tugas ini dipegang oleh Art Director dalam sebuah advertising, tapi di sini dipegang Kugi yang posisinya copywriter. Kugi yang mempunyai kepribadian menarik segera menarik hati Art Directornya yang juga teman kakaknya, kebiasaan mereka jalan dan makan berdua, membuat mereka dekat dan lalu saling jatuh hati.

Sementara Keenan? Berusaha keras untuk menjadi pelukis, ia banyak mendapat nasihat dan semangat melalui Kian, gadis Bali yang perhatian padanya. Lukisannya kebanyakan terinspirasi oleh cerita yang Kugi tulis ketika dulu masih kuliah dan menjadi pekerja sosial mendirikan taman baca untuk anak-anak desa.
Kemudian pada akhir film, Keenan yang hidup terpisah di Bali tiba-tiba dikunjungi sang Ibu yang membawa kabar buruk. Ayahnya jatuh sakit. Stroke sudah yang ketiga kalinya. Untuk melindungi perusahaan sang Ayah, ia harus mengambil alih tampuk kepemimpinan.

Baiklah, begitulah cerita singkat dari Perahu Kertas bagian 1. Apa yang mengganggu dan menjadi masalah saya ketika menontonnya? 

Terlalu manis untuk sebuah kenyataan di luar sana yang pahit. Ah, namanya juga film. Saya pikir, film, meski fiksi, harus lebih mendidik dan kalau boleh meminjam ucapan Berto Tukan, seorang teman yang rajin menulis untuk Remotivi - tidak nirproses ketika menceritakan sebuah profesi ataupun terjadinya suatu sebab akibat. Jika itu yang terjadi, sama saja dengan menjual mimpi.

Meski saya bukan copywriter yang terlalu baik namun saya tahu bagaimana pekerjaan ini beserta hirarkinya harus dijalankan. Pertama, anak magang. Bagi perusahaan, anak magang adalah tenaga gratis untuk menyumbangkan produktifitas sebanyak-banyaknya tanpa perlu dibayar. Lalu untuk apa bikin teh, kopi atau hanya fotokopi? Hal itu sudah dilakukan oleh office boy. Kebanyakan anak magang mengerjakan pekerjaan sesuai bidang yang ia tekuni. Karena semakin produktif ia, semakin menguntungkan pula bagi perusahaan.

Kedua, memang banyak, anak magang yang berbakat dengan segera dipinang perusahaan untuk menjadi aset mereka. NAMUN - sengaja pakai huruf besar, dalam perusahaan selalu ada HIRARKI atau yang namanya JENJANG KARIR. Tidak bisa seorang anak magang yang ingin jadi Junior Copywriter tiba-tiba langsung loncat menduduki posisi pemimpin tim kreatif yang biasanya dilakukan oleh Art Director, fatal ini, tanya di agency iklan manapun enggak bakalan ada hal-hal yang begini. Jadi calon copywriter yang menonton film ini, please don’t believe this part of the story, truly madly DONGENG. Dari junior copywriter kamu jadi copywriter, terus berkarya selama bertahun-tahun dan mungkin kalau kamu masih betah sama kantornya, kamu bisa saja jadi Art Director.

Ketiga, pacaran dengan Art Director. Saya belum pernah mengadakan survey, tapi dosen saya, seorang copywriter yang malang melintang di perusahaan advertising besar. Ketika bercerita, ia memang akan selalu menggunakan kata ‘pacaran’ atau ‘berantem mesra’ dengan art directornya untuk menggarap sebuah ide kampanye, tapi tidak berarti jatuh hati. Bagi saya keadaan pacaran atau saling jatuh hati, akan membuat situasi tidak lagi objektif, seorang art director tidak akan bisa menilai pekerjaan copywriter dengan semestinya, demikian pun sebaliknya. Menurut saya sih, kalau ada situasi seperti ini, kayaknya advertising tersebut pasti bisa runtuh.

Keempat, Keenan yang ingin jadi pelukis, kemudian harus pulang dari Bali ke Jakarta untuk memimpin perusahaan Ayahnya yang tiba-tiba kehilangan tampuk kepemimpinan karena Ayahnya sakit. Bukan enggak mungkin sih, bisa saja, tapi tentunya tidak secepat itu juga, pulang langsung kerja, mimpin ini itu. Tentunya sang ayah punya asisten yang lebih dipercaya untuk mengatur perusahaan dan mengajarkannya sedikit demi sedikit kepada Keenan. Bukan langsung take over gitu kan?

Kelima, saya agak terganggu dengan banyaknya kedekatan yang berbuah hubungan entah antara Kugi dengan art directornya ataupun antara Kugi dengan Keenan. Hingga akhirnya membuat saya berpikir, bahwa apakah tidak bisa perempuan dan laki-laki menjadi teman dekat tanpa adanya sebuah perasaan perasaan tambahan yang spesial? Jika memang begitu, dunia kok jadi gak asyik yah?


Kemanggisan, pukul dua tiga puluh dini hari.

Jumat, 05 Juli 2013

Ternyata Amerika bisa mirip sinetron Indonesia juga

Beberapa kali menonton film seri The Mentalist yang saya pinjam dari kakak tiri saya, yang sangat tomboi sehingga jika kalian bertemu dengannya tentu akan panggil mas atau bang. Ia mempromosikan bahwa film ini super seru, maka saya yang tertarik dengan ketampanan tokoh utama, langsung menerima beberapa volume film dan bersiap menontonnya.

The Mentalist bercerita tentang beberapa kasus yang ditangani oleh biro investigasi California. Ini memang cerita tentang film detektif, yang menjadi menarik adalah ada seorang cenayang yang ikut dalam tim, ia adalah Patrick Jane. Bagaimana ceritanya seorang Patrick Jane dapat bergabung dengan tim investigasi ini? Kecongkakannya sebagai cenayang membuatnya menjadi korban dari pembunuh serial yang diberi nama Red John. Segera setelah ia menyebut Red John dalam sebuah acara televisi, pembunuh ini menghabisi istri dan anaknya, meninggalkan sebuah logo khas smiley besar dari darah keduanya di dinding rumah Patrick Jane.

Sejak saat itu Jane memohon untuk masuk ke dalam tim biro investigasi untuk membantu menyelesaikan kasus Red John yang tidak kunjung selesai. Hingga saya menonton sampai season 2 film seri ini, Patrick Jane nyaris berhadapan dengan Red John sebanyak dua kali.

Patrick Jane diperankan oleh Simon Baker, sementara atasannya Teresa Lisbon diperankan oleh Robin Tunney, anggota tim lainnya adalah Wayne Rigsby yang diperankan oleh Owain Yeoman, Tim Kang menghidupkan karakter Kimball Cho yang super lempeng, dan Grace Van Pelt diperankan aktris cantik Amanda Righetti. The Mentalist ditulis oleh Bruno Heller.

Tergoda untuk menuliskan sebuah episode dalam season pertama yang sangat menganggu nalar. Episode tersebut diberi judul A Dozen Red Roses, dimana istri Simon Baker, Rebecca Rigg, menjadi tokoh utama dalam episode tersebut. Sinetron Indonesia kebanyakan mengandung cerita dengan terlalu banyak kejadian nirproses, terlalu banyak kebetulan, terlalu banyak hal pemaksaan untuk membuat pembunuh mengakui kejahatannya, serta memaksakan sebuah skenario aneh yang akhirnya tentu jadi aneh. Hal inilah yang terjadi pada A Dozen Red Roses.

Kejadian nirproses dan skenario yang dipaksakan juga tampak dalam film seri Newsroom yang dibangun oleh Aaron Sorkin. Dalam episode I'll Try To Fix You, semua hal ini bisa kita lihat dalam episode ini. Padahal, sebuah cerita tentang profesi seperti yang dibangun oleh Newsroom jarang kita lihat dalam sinetron Indonesia yang lebih banyak bertema keluarga, kisah cinta dan cinta beda harkat. Namun akhirnya skenario Newsroom HARUS dikotori juga dengan kejadian nirproses yang siap dikomentari nalar yang sehat.

Masih banyak sih film Amerika lainnya yang dibangun dengan ketidak-rasionalitasan luar biasa, salah satunya yang bisa saya sebutkan adalah, Silent Hill. Film horor yang jadi trilogy.

Jadi mungkin sekarang akhirnya saya enggak bisa bilang lagi, "Tuh kayak film Amirika dong..." Hehehe.

Senin, 04 Maret 2013

Ternyata Tidak

Ternyata tidak sesederhana itu saya memahami. Ternyata tidak sesederhana itu saya mengerti. Tidak, semuanya tidaklah rumit. Namun saya tidak pernah percaya bahwa ada lubang menganga begitu besar atas sebuah kehilangan. Ternyata, saya tidak begitu peka.

Kehadiran saya tentulah tidak penting, karena sebenarnya tidak mungkin menghapus luka dan penyesalan yang begitu kentara. Ini dunianya. Ibarat orbit planet, saya adalah Bumi dan ia mungkin Jupiter, begitu besar dengan cincin yang melindunginya seakan-akan ingin berkata bahwa saya ini mempunyai banyak rahasia, saya kuat, saya tidak ingin berbagi.

Saya menghormati. Saya berempati. Pada apapun yang akan dilakukannya untuk sebuah kekosongan yang hampa agar tak lagi ada lubang besar terlalu menganga, agar ia dipenuhi cahaya. Saya lakukan apapun.

Kebahagiaan memang hakikatnya adalah dibuat. Saya membuat kebahagiaan saya dan meletakan pada dirinya. Tentunya lebih nikmat tertawa bersama dibanding sendirian. Tentunya lebih indah lihat matahari tenggelam bersama dibanding sendirian. Dan saya sudah memilih.

Ia kini menghembuskan do'a di atas sajadah dan saya menghembuskan do'a bagi alam raya agar membantunya setiap hari di mana pun ia berada. Do'a saya berupa harap, berupa mimpi, berupa nafas. Do'a saya setulus-tulusnya agar do'a yang ia lakukan bisa sampai dengan baik pada yang ia cinta.

Pada saat hari ini saya sadar bahwa ternyata tidak sesederhana itu adalah dirinya. Ia manusia penuh cinta ternyata. Maafkan saya terlambat menyadarinya...