Rabu, 12 Desember 2012

Dilema ini...

Sebelumnya tidak pernah terpikir untuk ambil beasiswa, apalagi di negeri lainnya. Saya selalu berpikir bahwa tiap pekerjaan yang berhubungan pasti bisa dipelajari secara otodidak. Namun agaknya sulit untuk jurnalisme. Saya jelas butuh arahan dan banyak latihan yang berbentuk penugasan agar dapat berlatih menulis panjang dengan baik.

Saya tidak menyangka akan menemukan berita AMINEF dari kolega kerja saya yaitu Mahdy klik di sini untk lihat blognya yang sudah lebih dulu berangkat ke San Francisco, USA untuk belajar lebih lanjut tentang Copywriting. Ketika saya tengok, ternyata ada juga jurusan Jurnalisme pada beasiswa tersebut, sebelah hati rasanya ingin sekali ajukan beasiswa namun sebelahnya lagi ragu. Sebenarnya sekolah lagi dalam jangka waktu setahun, agak riskan bagi saya yang tidak berumah ini. Seakan-akan mirip judul film Warkop "Maju Kena Mundur Kena". Jika saya gagal, saya kemungkinan akan berada dalam lingkaran yang begini-begini saja padahal kalau saya berhasil bisa saja saya berada ditengah kerumunan orang yang kemarin melakukan aksi protes Occupy Wall Street dan menulis tentang hal tersebut atau menulis sejumlah features layaknya orang asing yang mengembara dan banyak menemukan hal unik di negeri lain. Namun jika saya pergi ada banyak tanggung jawab yang terbengkalai, diantaranya biaya asuransi ibu saya, biaya gudang tempat saya akan taruh barang2 saya (because I'm homeless and have no oneaccept all my stuff for a year). Sangat berat, namun pada akhirnya saya harus berkorban untuk menggapai kesempatan belajar. Lalu saya pun mendaftar diantara waktu yang mepet karena kesibukan kerja yang padat (sampai lupa waktu deadline).

Saya menemukan banyak sekali informasi tentang langkah-langkah yang harus dipersiapkan ketika mendaftar pada blog berikut, http://mycomet.wordpress.com/. Geraldo banyak sekali mengemukakan poin-poin serta langkah demi langkah yang perlu dilakukan, pokoknya informasinya lengkap kap kap sampai mengemukakan daftar harga segala. Menurut saya blog Geraldo ini macam kamus AMINEF, lihat saja di google search, ia punya kedudukan terhormat sebagai posisi terinformatif.

Kerusuhan pasti terjadi ketika kamu mempersiapkan segala sesuatunya dengan terburu-buru. Essay tidak sempurna, mencari-cari penerjemah tersumpah yang terjangkau, dan mengatur jadwal untuk ikut tes TOEFL. Untuk jasa sworn translator, saya menemukan bahwa NEC Rawamangun, Jakarta, mempunyai rate paling bersahabat namun bisa menerjemahkan dokumen ijasah-ijasahmu dalam waktu yang cepat. Mereka memasang tarif lima puluh ribu rupiah per lembar dan berjanji menyelesaikan dokumen saya yang berjumlah lima lembar dalam dua hari. Saya merencanakan akan mengambil dokumen tersebut bertepatan dengan saya akan mengambil hasil tes TOEFL kira-kira lebih dari dua hari, sekitar seminggu-lah (karena hasil TOEFL keluar seminggu setelah kamu melakukan tes).

Ketika hasil terjemahan keluar, jangan lupa periksa dengan teliti ya, karena kemarin ada satu dokumen saya yang salah ketik tanggalnya, untung penerjemah NEC baik, bapak Suryo namanya. Ia segera merevisi dan dokumen pun siap diambil hari itu juga. Yang diserahkan ke AMINEF fotokopi berkasnya saja ya. Jika kalian sudah lolos ke babak babak selanjutnya, baru serahkan dokumen yang asli.

Setelah dokumen sudah ditangan AMINEF tunggu pengumuman untuk panggilan wawancara melalui email. Kalau sudah ada panggilan wawancara melalui email, nah persiapkan dirimu dengan baik. Baca lagi essay yang kamu tulis dan ramalkan apa saja yang akan ditanya nanti ketika interview.

Pengalaman yang saya dapat ketika wawancara, hmm, NERVOUS parah! Biasanya bisa berbahasa inggris cukup lancar, namun akhirnya di sana hanya membisu dan menelan ludah ketika yang ada di hadapanmu itu seorang profesor, seorang ahli bahasa, lalu seorang lagi lulusan Harvard. Segera saja saya menjadi kecil. Jangan jadi kayak saya yah, nervous selama sekitar 20 menitan terus-terusan dan keluar ruangan nyaris menangis karena gak bisa menjawab sebagian besar pertanyaan panelis. Latihan!! Panelisnya sih luar biasa baik, bahkan mas Aryo, yang lulusan Harvard itu, mengejar saya keluar ruangan dan memberikan saya secarik kertas, sebuah nama, seseorang yang bisa saya hubungi untuk mengejar cita-cita. Saya tersentuh, tidak banyak orang yang sepeduli itu.

Pada akhirnya saya harus memperbaiki essay saya, karena menurut para panelist, essay saya tidak jelas sebenarnya saya ingin ambil jurusan apa. Saran saya untuk pembuatan essay, hindari bahasa berbunga-bunga (macam yang saya bikin) agar mereka bisa langsung tahu, kamu mau apa dan kenapa kamu mau hal tersebut. Saya diberi waktu empat hari untuk memperbaiki essay tersebut yang akhirnya saya kirim sebelum hari terakhir dan berdoa bahwa essay tersebut dapat menjelaskan cita-cita saya dengan lebih jelas.

Kini, saya menunggu pengumuman, apakah saya berhasil lolos dari performa buruk saat wawancara atau lolos karena bantuan essay saya yang direvisi? 







 


Rabu, 19 September 2012

Nasib Brama dan Kumbara di sirkus keliling

Foto diambil dari Kompasiana dari sebuah artikel jalan-jalan 
yang ditulis oleh Noorhani Laksmi
 
Cibaduyut 2011 - Brama dan Kumbara sedang tertidur ketika saya datang dengan cara mengendap-endap. Mereka memejamkan mata di pinggir kolam. Membiarkan paru-paru mereka bernafas dengan leluasa. Namun saya merasa bersalah, ketika akhirnya mereka terbangun lalu berteriak terkejut.

"Maaf mbak, silahkan keluar dulu, pentasnya belum dimulai...", seorang laki-laki muncul dengan seragam batik.

"Wah gak boleh ada di sini sebelum pertunjukkan? Katanya tadi boleh," ujar saya.

"Enggak bisa Mbak, keluar dulu nanti pukul setengah sepuluh baru boleh dibuka..." katanya lagi sambil mengarahkan saya pada pintu keluar.

Pria itu bernama Bapak Yono, ia terlihat masih muda, bahkan mungkin belum mencapai usia 30 tahun. Saya memperkenalkan diri kepadanya, dengan sangat jelas, nama asli, umur asli, jenis kelamin asli, dan maksud serta tujuan saya datang ke sini. Kemudian saya mengeluarkan notes kecil untuk bertanya lalu mencatat. Air mukanya berubah, ia kemudian mengeluarkan rokok dari sakunya, menyalakannya dan kemudian bertanya pada saya.

"Mbak ini sebenarnya dari mana?"

"Loh, tadi kan saya sudah cerita bahwa saya datang ke sini atas nama pribadi, bukan untuk siapa-siapa.", ujar saya.

"Etiket mbak kurang baik, seenggaknya ada kartu nama atau apa..." Pak Yono masih merasa keberatan atas kedatangan saya beserta buku catatan tersebut.

Saya mencoba bersabar sambil menghela nafas, saya menjawab "Bapak, saya tidak bekerja untuk siapa-siapa di sini, saya hanya ingin tahu bagaimana sirkus keliling ini bekerja, jadi tentu saya tidak punya kartu nama..."

Pak Yono baru lima bulan bekerja di WSI (Wersut Seguni Indonesia). Ia sebelumnya bekerja sebagai kuli bangunan di Bekasi. Istri dan anaknya tinggal di Purwakarta. Terlihat sekali ia gelisah, ketakutan menjawab tiap pertanyaan yang diajukan, hingga berulangkali meminta saya untuk menunggu bosnya saja datang.

Saat itu pukul delapan pagi. Butuh naik angkot tiga kali untuk mencapai lapangan TVRI di Cibaduyut. Dari riung bandung naik angkot riung-dago lalu berhenti di perempatan Carefour, dilanjutkan naik angkot jurusan Karang Setra - Cibaduyut, turun di bawah tugu berbentuk sepatu, lalu naik satu kali angkot lagi dan sampailah kamu di gerbang TVRI.

Cuaca bandung sedang mendung, maka udara makin terasa dingin. Saya memesan teh manis di warung terdekat. Orang-orang berseragam macam Bapak Yono sedang berkumpul, ada yang sarapan nasi dengan telor dadar, ada yang menikmati segelas kopi, semuanya laki-laki. Jadi yang perempuan cuma tiga orang di sana, saya, penjaja warung serta anaknya.

Suasana di sini lebih damai dibanding ketika saya berhadapan dengan Pak Yono. Mereka mempersilahkan saya duduk dan saya bisa mengobrol lebih santai, tanpa buku catatan. Saya pikir itu yang memengaruhi mereka secara psikologis untuk berhati-hati, buku catatan. Para pegawai ini kebanyakan berasal dari Semarang, WSI sendiri berpusat di sana. Mereka melakukan pertunjukan berpindah-pindah tiap bulannya.

"Sebulan pentas di sini setiap hari lalu bapak-bapak ini tinggal di mana?" tanya saya sambil menyeruput teh hangat yang tadi saya pesan.
"Ya ngekost mbak," ujar salah satu yang paling dekat dengan saya.
"Wah, dibayarin tempat kosnya sama perusahaan?" tanya saya lagi.
"Yo enggak..." ujarnya dengan tawa maklum.

Waw, saya pikir WSI akan menanggung itu semua, atau setidaknya biaya makan karyawannya. Coba kita hitung pendapatannya. Ada tiga jenis tiket yang bisa dibeli. VIP seharga Rp 35.000, kelas 1 Rp 25.000, anak-anak Rp 20.000. Jika dalam sehari pengunjung bisa mencapai 100 orang tiap kali pertunjukkan, anggaplah semua orang membeli tiket kelas 1, maka pendapatan yang terkumpul sekali pertunjukkan adalah Rp 2.500.000,- Saya melongok pada jadwal pertunjukkan yang dicetak besar-besar pada Banner, ada tiga kali pertunjukkan dalam satu hari di akhir pekan, sementara pertunjukan pada hari kerja dilakukan sebanyak dua kali. Maka pendapatan satu minggu kurang lebih adalah Rp 50.000.000,- Maka dalam sebulan, penghasilan yang dapat mereka capai adalah sebesar Rp 200.000.000,- Saya tidak tahu berapa besarnya biaya transportasi, biaya pakan, perawatan (jika ada), biaya bangun panggung, pajak mungkin, namun saya rasa tidak menyakitkan bagi perusahaan tersebut untuk mengeluarkan satu atau tiga juta untuk biaya sewa tempat tinggal karyawannya.

"Mas, jika bekerja begini penghasilannya tetap tiap bulan? Jadi karyawan tetap?" tanya saya.

Salah satu dari mereka menjawab, "Ada yang memang sudah tetap, kalau saya belum Mbak, kalau bos suka ya saya dipake terus, kalau enggak yaudah..." ujarnya, ada nada pasrah pada kalimatnya.


***


WSI mempunyai tiga tim pertunjukkan sirkus keliling yang akan dipecah ke tiga daerah berbeda. Ketika tim yang ini pentas di Cibaduyut, Bandung, tim lain sedang pentas di Ciledug, Tangerang. Dan tim lain pentas di tempat lain, ah tidak ada keterangan tentang tempat pentas oleh tim ketiga. Pendeknya, maka pendapatan bisa dijadikan tiga kali lipat. Keuntungan yang menggiurkan bukan?

Untuk mempromosikan pertunjukkan sirkus keliling, WSI memajang spanduk pada beberapa daerah terdekat dari tempat sirkus digelar, WSI juga menggunakan 'car ads', yaitu sebuah mobil khusus yang dihias seperti semacam spanduk serta dilengkapi dengan pengeras suara. Pada badan mobil ada beberapa alamat blogspot yang bisa dikunjungi untuk 'mengintip' apa itu WSI.


Pada halaman blogspotnya, http://wersutseguniindonesia.blogspot.com/ , Wersut Seguni Indonesia merupakan sebuah perusahaan perseroan di bawah naungan BKSDA/ Balai Konservasi Sumber Daya Alam di Jawa Tengah yang mengklaim dirinya adalah salah satu Lembaga Konservasi Mamalia Air. Pada alamat blogspot yang lain yaitu http://theseawsi.blogspot.com/, WSI membangun wahana permainan di kawasan wisata Pantai Chaya Desa Sendang sikucing, Kendal dengan nama "The Sea Pantai Cahaya". Dalam wahana permainan ini  dilengkapi dengan pertunjukkan lumba-lumba dan mengoleksi berbagai hewan langka, dilengkapi dengan fasilitas Dolphin Terapi yang mereka klaim bisa mengobati; autis, penderita stroke, migren, gangguan saraf dan untuk kesenangan. Alamat blogspot http://wersutseguniindonesia.blogspot.com/ terakhir diupdate pada tahun 2010, sementara alamat blogspot  http://theseawsi.blogspot.com/  diupdate terakhir pada September 2011.


Pukul, setengah sepuluh kurang. Sebuah musik kemudian mengalun kencang dari pengeras suara, sungguh kencang. Kalau kamu tahu seberapa kecang tukang penjual DVD bajakan memutar lagu di pinggir jalan, nah besar volumenya kira-kira segitu. Aduh, saya khawatir suara berisik ini menganggu Brama dan Kumbara dan mungkin juga yang lain, yang berada di balik panggung.

Sambil menunggu hingga pukul setengah sepuluh tiba, saya mengitari area pameran. Kebanyakan booth masih tutup, tak terkecuali booth permainan memancing ikan, kolam berukuran 1 x 1 m tersebut ditengah-tengahnya diletakkan sebuah akuarium kecil dengan ikan mati mengambang, ada tiga buah ikan yang mati. Menurut saya pengetahuan serta tingkat ekonomi yang rendah memicu masyarakat berlaku acuh. Benarkah asumsi saya tersebut? Masyarakat memang dibuat bodoh dan acuh oleh negara?

Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya pintu dibuka. Pertunjukkan tidak segera di mulai, seluruh pengunjung belum berkumpul. Musik berdentum keras sekali, lagu-lagu dari band yang sedang populer mengalun kencang. Kotak, ST12, Armada dan masih banyak lagi. Ah kasihan Brama dan Kumbara, semoga air dapat meredam bunyi berisik tersebut. Saya berkesempatan melihat lebih dekat ke arah Brama dan Kumbara sebelum pertunjukan dimulai. Salah satu dari mereka punya bekas yang masih terlihat jelas di badan, tandanya mirip seperti ketika kamu tidur dan kulitmu bersentuhan dengan benda berpola, pola itu akan menempel beberapa lama di sana. Macam itulah tanda yang terdapat di tubuh, hmm entah Brama atau Kumbara. Asumsi saya adalah bekas itu disebabkan oleh tali yang mengikat tubuh mereka.

Pengunjung kebanyakan adalah keluarga menengah ke bawah yang tinggal di sekitar Cibaduyut. Semua anak-anak terlihat antusias menanti pertunjukkan dimulai. Mungkin jika saya seusia mereka, akan sama antusiasnya. Se-antusias ketika dulu saya ingin menonton topeng monyet saat masih kecil.

Pertunjukan dimulai dengan aksi burung kakak tua putih dengan monolog yang diberikan oleh MC. Dilanjutkan dengan pertunjukan oleh beruang madu, yang terlihat marah dan ingin kembali masuk ke belakang panggung ketika disuruh 'bekerja'. Setelah beruang madu ada dua ekor berang-berang, dan selama aksi tersebut berlangsung, Brama dan Kumbara jarang sekali berenang dipermukaan, mereka hanya muncul untuk mengambil nafas panjang kemudian menyelam kembali.

Para kru yang sedari tadi saya temui ketika menyeruput teh manis, kini melakukan tugasnya mengitari panggung sambil menjajakan makanan yang bagi saya terlihat sungguh murahan dan berbahaya untuk dimakan karena warna-warna yang begitu mencolok dan bungkus yang tidak lagi baru.

Tiba-tiba, terdengar bunyi mesin. Sebuah alat pentas turun dari langit-langit kubah sirkus yang menaungi tempat pertunjukan tersebut. Ada dua buah lingkaran seperti hulahoop tergantung di sana. Ini pertunjukkan utama dengan bintang utama, dua ekor lumba-lumba yang dinamakan Brama dan Kumbara. Dengan aba-aba dari pelatih, Brama dan Kumbara pun berenang ke atas permukaan, melakukan atraksi meloncati hulahoop raksasa. Wajah anak-anak kecil terlihat terpukau dengan atraksi tersebut. Sepanjang atraksi MC memberikan ceramah singkat yang mereka namakan 'edukasi' kepada penonton.

"Lumba-lumba adalah mamalia. Mereka punya indra yang sangat peka yaitu namanya Sonar. Lumba-lumba juga makhluk yang pintar...", kurang lebih seperti itulah potongan ceramah 'edukasi'. Selama MC berbicara dengan keras melalui microphone, selama itu pula musik masih menggelegar dari 5 pengeras suara yang mengelilingi panggung.

Pertunjukkan kemudian usai, hulahoop naik kembali ke atas disertai bunyi mesin pengerek, namun tugas Brama dan Kumbara belum selesai, mereka harus melemparkan diri ke bibir panggung yang kering agar penonton yang punya uang lebih bisa berfoto dengan mereka. Orang tua berebut antri agar anak mereka bisa berfoto dengan pose 'dicium' lumba-lumba. Salah satu dari kedua lumba-lumba itu menjadi merah bagian perutnya karena kebanyakan melemparkan diri ke panggung. Saat itu baru jam sebelas, akan ada dua pertunjukkan lagi yang harus dilakoni binatang-binatang ini hanya dengan waktu istirahat kurang lebih 1 jam lamanya. Kebetulan hari ini adalah hari terakhir binatang-binatang tersebut melakukan pertunjukan di Cibaduyut yang sudah berlangsung selama 1 bulan penuh, sebelum mereka nantinya akan diangkut dengan menggunakan truk selama berjam-jam, melakukan perjalanan menuju Semarang.


Konservasi v/s Eksploitasi

PT. WSI mengklaim dirinya adalah sebuah Lembaga Konservasi Mamalia Air dan berada di bawah Departemen Perikanan dan Kelautan BKSDA Jawa Tengah. Pada prakteknya PT. WSI membawa hewan-hewan dilindungi seperti lumba-lumba, beruang madu, kakak tua kecil jambul kuning, berang-berang, ataupun tupai tanah untuk mengadakan pertunjukan sirkus keliling antar propinsi. PT. WSI jelas telah melanggar Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pasal 21 (ayat 2) yang berbunyi :

Setiap orang dilarang untuk :
a) menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

PT. WSI jelas-jelas telah menyimpan, memiliki, memelihara serta mengangkut satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.

Namun sayangnya undang-undang ini belum mencakup peraturan dan sanksi mengenai 'mempertontonkan dan mempertunjukkan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup', sebuah Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 447/2003 dan Nomor 53/2006 tentang kewajiban pemelihara satwa liar berhati-hati dan larangan memeragakan satwa liar secara tanpa etika dan menjaga keselamatannya, peraturan ini nampak berlawanan dengan undang-undang nomor 5 tahun 1990 di atas karena memperbolehkan seseorang ataupun lembaga memelihara satwa liar yang sebelumnya dilarang, namun ditambahkan kalimat 'berhati-hati dan larangan memeragakan satwa liar secara tanpa etika dan menjaga keselamatannya' yang sangat lemah dan mengandung banyak celah untuk dilanggar. Saya menduga peraturan ini dibuat hanya untuk meniadakan dan menghukum sirkus keliling kecil semacam topeng monyet, namun menyisakan celah bagi perusahaan besar yang sebenarnya sama-sama memperagakan dan mengeskploitasi hewan untuk sebuah pertunjukkan seperti Seaworld, Ancol, Taman Safari, dan tempat wisata sejenis.

Berhati-hati yang seperti apa? Tanpa etika yang bagaimana? Menjaga keselamatannya hanya dengan menjaga agar tetap hidup? Jelas seharusnya Peraturan Menteri ini tidak diperlukan karena akan mengakibatkan satwa liar akhirnya dapat dipelihara oleh perorangan ataupun perusahaan. Satwa liar memang seharusnya ditampung oleh Badan Konservasi, untuk nantinya dikembalikan lagi ke habitatnya. Bukankah begitu seharusnya hukum perhutanan tersebut bekerja?

Namun... Jika badan konservasi akhirnya diklaim seperti pernyataan WSI membawahi sebuah perusahaan pentas pertunjukkan hewan seperti yang dilakukan Wersut Seguni Indonesia, alamak, busuk benar badan-badan negara ini...

Kamis, 30 Agustus 2012

Killers


Killers, dari judulnya film ini seharusnya punya tema thriller tapi ternyata bukan sodara-sodara, dari sampul dan trailernya sih udah ketahuan bahwa ini adalah film action-komedi-romatis, borongan yeh? Oke, mari kita lihat rangkuman film ala saya (maap yak kalo spoiler, tapi hey inih film udah lamaa...)

Jen Komfeldt (Katherine Heigl) sedang berlibur bersama orang tuanya di Eropa untuk mengusir rasa sakit hatinya atas sebuah kenyataan bahwa kekasihnya yang kutu buku telah berselingkuh. Liburan ini membawanya bertemu Spencer Aimes (Ashton Kutcher) pemuda tampan (oh yes beneran guanteng!*ngelap iler) seorang konsultan namun sebenarnya adalah pembunuh bayaran yang saat itu disewa untuk melenyapkan seorang target operasi. Namun ketika bertemu Jen, Spencer menyukai Jen, karena gadis ini jujur, riang dan spontan, kurang lebih love at the first sight-lah. Muda, namun ingin mempunyai kehidupan rumah tangga yang normal, ia pun mengambil keputusan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai pembunuh bayaran. Untung saja Jen berasal dari keluarga kaya raya, jadi pernikahan mereka tetap terlaksana (boys, find a pretty girl with lots of money, they will smooth your way, I mean it).

3 tahun berlalu, Jen dan Spencer mengarungi pernikahan mereka dan kehidupan menjadi normal bagi Spencer. Ia menjadi seorang kontraktor dan hidup berbahagia dengan Jen, hingga tiba-tiba ketenangan hidupnya berubah ketika sebuah paket datang dari 'bos lama'.

Tidak perlu berlama-lama, segera setelah pesta ulang tahun kejutan untuknya yang menginjak umur 30 tahun diprakarsai oleh Jen, ia mendapat serangan pertama! Dari kolega kantornya sendiri! Dari koleganya itulah ia tahu bahwa kepalanya kini dihargai 20 juta, ia telah jadi seorang target sasaran. Jen yang tadinya curiga bahwa Spencer berselingkuh karena sikapnya akhir-akhir ini aneh, akhirnya malah terbawa-bawa dalam acara kejar-mengejar dan aksi menyelamatkan diri dari berbagai serangan yang dilontarkan orang-orang yang justru ia kenal, seperti pengantar paket, kolega kerja, bahkan tetangga! Spencer pun jadi SUPER waspada terhadap setiap gerakan mencurigakan.

Diantara serangan yang datang, Spencer yang panik karena harus melindungi dirinya sekaligus Jen, Jen menyadari ada perubahan dalam dirinya yang sangat krusial. Mereka akhirnya harus mampir sebentar ke Supermarket untuk membeli sebuah alat tes kehamilan. Mereka kemudian datang ke kantor Spencer untuk memeriksa laptop kolega kerja yang menyerangnya pertama kali di rumah. Spencer menemukan foto-foto dirinya bersama Jen selama 2 tahun berada dalam satu folder dan ia tahu benar siapa yang mengambil gambar mereka. Jen pergi ke kamar mandi untuk melakukan tes, sementara Spencer diserang lagi di kantor oleh seorang desainer interiornya. Jen kemudian keluar dari kamar mandi dan melihat suaminya nyaris dilumpuhkan oleh si pembunuh, namun akhirnya Spencer berhasil mengalahkannya.

"Jadi bagaimana hasilnya? Dua garis apa artinya? Apa artinya aku akan menjadi seorang Ayah?", tanya Spencer sambil membebaskan diri dari belitan kabel telepon dilehernya.

"Oh, aku akan menjadi Ibu, tapi aku tidak yakin apa kau siap menjadi Ayah Spencer...", ujar Jen. (I looooove this line, it rewind over and over in my mind!)

Petualangan mereka bahkan sampai hingga ke rumah, orang-orang yang mereka kenal, semua berubah menjadikan Spencer target, tak terkecuali seseorang yang sangat dikenal oleh Jen.

Naaah, apa yang saya dapat dari film ini selain satu-satunya 'line' yang jadi favorit saya? Oke, jujur saja sebenarnya gak ada, saya hanya menikmati visual saja, contohnya terjadi saat pertemuan Jen dan Spencer. Jika saya adalah Jen yang saat itu bertemu Spencer yang hanya memakai celana renang sambil tersenyum dan mengucapkan 'bonjour', oh otot-otot itu! Saya mungkin sudah pingsan! Ganteng pisan!! 

Jumat, 13 Juli 2012

The Lion King

Ada berapa banyak dari kalian yang menonton Lion King ketika kecil? Saya adalah termasuk yang menonton film ini, bahkan hingga SMP karena banyak keluar seri-seri terbaru lanjutannya. Namun, ada berapa banyak yang merasa telah dibohongi film anak-anak bikinan Walt Disney ini? Saya adalah satu diantaranya.

Ketika menonton Lion King, kita akan disuguhkan sebuah setting dunia hewan dengan karakter Singa, Gajah, Mirkat, Babi Hutan, Hyena namun mengambil sifat dan kehidupan manusia untuk ditaruh dalam cerita tersebut, hal-hal inilah sebetulnya yang menjauhkan Lion King dari sebuah fungsi mendidik kepada anak-anak atau bahkan kepada kita manusia dewasa yang terlanjur menonton dan mengamininya. Saya setuju bahwa hewan punya sebuah reaksi insting yang dalam dunia manusia kita sebut emosi, seperti marah, takut ataupun kesakitan tapi mereka pada dasarnya tidak serumit manusia.

Dalam film diceritakan bahwa Singa yang merupakan ‘raja’ tinggal di sebuah istana dari batu dan ketika sang anak jantan lahir dari keturunan Sang Raja yang saat itu bertahta, maka ‘pangeran’ tersebut akan dielukan sebagai Raja berikutnya, semua hewan; gajah, jerapah, kambing, antelop, dll menunggu di luar dan akan menunduk hormat kepada sang raja. Tak kalah menarik, keluarga raja singa ini pun punya dukun sekaligus penasehat, yang diperankan oleh seekor baboon. Cukup sampai disitu dulu. Mirip sekali dengan adegan keluarga kerajaan pada dunia manusia yah? Ada istananya, ada penasehat kerajaan dan rakyat yang menyembah, tunduk hormat. Pada kenyataannya? Gajah dan jerapah punya kehidupan terpisah dengan singa. Begitupun dengan baboon, monyet besar ini, tidak hidup bersama singa, mereka ganas dan hanya hidup dengan kelompok mereka.

Tokoh anak singa dalam film Lion King tersebut diberi nama ‘Simba’. Keseharian Simba dan singa-singa betina lainnya cukup mengedukasi bahwa, singa betina memang hidup berkelompok dengan singa betina lain dan membesarkan anak-anak mereka bersama-sama. Film terus bergulir hingga pada adegan Simba diselamatkan sang Ayah ketika terjebak dari kerumunan Bison yang berlari. Stop. Adegan ini, meski syahdu dan mengharukan, namun sangat menganggu akal sehat. Kenapa? Pada kenyataannya, singa jantan dewasa jarang peduli pada apapun yang akan terjadi pada singa muda, apalagi melakukan tindakan heroik – menyelamatkannya. Jika seekor Singa jantan baru, masuk sebagai penguasa baru dalam kelompok singa, ia akan membunuh singa-singa muda agar mudah mendekati betina yang dituju.

                                                                             ****

Setelah Walt Disney, ada PIXAR yang mencoba hadirkan kehidupan hewan bawah laut melalui ‘Finding Nemo’. Dalam menghadirkan kehidupan bawah laut ini, PIXAR memang tidak segegabah Disney, namun hei lagi-lagi, ketika membuat cerita ‘memanusiakan hewan’ tentu ada saja fakta yang harus diburamkan demi kepentingan sajian cerita (hmmm, line terakhir ini mirip siapa yah?).

Finding Nemo mencoba mengangkat cerita tentang kehidupan ikan badut (clownfish) yang tinggal dan berlindung dalam anemon. Sepasang ikan badut ini baru saja bertelur dan tiba-tiba diserang oleh ikan lain. Singkatnya si betina tewas di makan, begitupun dengan telur-telurnya hingga hanya tersisa satu telur. Sang jantan, dengan sifat kebapakan, akan membesarkan dan menjaga telur tersebut sebaik-baiknya. Oke, stop. Kenyataannya, clownfish punya anatomi yang sangat aneh, sepasang clownfish jika salah satu diantara mereka mati, akan berubah jenis kelaminnya. Jika betina yang mati, maka jantan akan berubah kelamin menjadi betina, jika jantan yang mati, maka betina akan berubah kelamin menjadi jantan. Ini mungkin saja luput dari hasil research tim PIXAR atau malah sengaja ditiadakan.

Demi kepentingan cerita, PIXAR menyajikan sekolah bagi anak-anak ikan, kemudian persahabatan dalam ikan di Aquarium yang selalu punya semangat untuk melarikan diri dan bebas. Pesan PIXAR melalui film ini sebenarnya cukup sih, yaitu ‘STOP TAKING THE BEAUTIFUL FISH FROM THE SEA BECAUSE THEY BELONG TO THE SEA’.

Namun sungguh sayang, malah banyak orang salah mengartikan pesan film ini. Kontan, setelah film ini sukses besar, toko ikan hias dan Aquarium lebih banyak dikunjungi orang yang memesan ikan badut, ikan napoleon (tokoh pelupa yang bisa membaca tulisan manusia dalam Finding Nemo) dan astaga termasuk ANEMON. Permintaan tentu berusaha disanggupi untuk meraup untung, padahal anemon sangat suit untuk bertumbuh, hanya 1 cm per tahun! Ketika ia diambil dari laut, butuh waktu 5 tahun lagi untuk menumbuhkan anemon baru. Jujur, saya kecewa, seharusnya ini jadi Pekerjaan Rumah bagi PIXAR untuk didukung kampanye SAVE THE FISH AND THE CORAL paska Finding Nemo diluncurkan. Namun, hei, perusahaan animasi ini tidak melakukan apapun. Sedihnya.

                                                                              ****

Beralih pada film animasi lainnya yang baru-baru ini diluncurkan, MADAGASKAR. Saya rasa, Disney terselamatkan karena mereka membentuk film ini sebagai komedi-fiksi, namun isinya sungguh memprihatinkan, diantara serinya 1,2 dan 3. Seri ketiga ini sangat amat memprihatinkan. MADAGASKAR menceritakan petualangan hewan berbeda jenis species yang terdampar di sebuah pulau tak berpenghuni. Seekor singa, jerapah, kuda nil dan zebra ini panik dan ingin diselamatkan dan kembali dalam sarang aman di kebun binatang. Oke stop. Memang, hewan yang terbiasa ditangkar, harus melalui sejumlah karantina sebelum dilepasliarkan ke alam, karena hewan yang langsung di lepas, biasanya tidak akan bertahan hidup. 

Namun MADAGASKAR 3 rupanya punya pesan yang berbeda lagi, sebuah sirkus, adalah tempat yang lebih layak bagi hewan-hewan ini karena sirkus ‘melepaskan’ bakat yang terpendam dari masing-masing hewan! Hewan bukan manusia oke? Sampai kalimat ini apakah kalian mengerti? Hewan tidak butuh aktualisasi diri atau ambisi seperti yang diceritakan dalam film MADAGASKAR. Hewan-hewan sirkus, melalui pelatihan panjang dan menyakitkan terlebih dahulu sebelum mereka akhirnya bisa tampil menghibur kalian di panggung itu. Seekor gajah, monyet, orang utan, jerapah, kuda, harimau atau singa akan diikat, dipukul dan disiksa agar nantinya patuh untuk melakukan gerakan-gerakan konyol yang menurut kalian atau semua orang lucu.

Sirkus keliling di Indonesia, nyaris tak ada yang menggunakan kereta untuk berkeliling, biasanya hewan akan ditaruh dalam truk besar dan akan melalui perjalanan lintas kota yang melelahkan. Saya khawatir, jangan sampai suatu saat saya dengar seekor anak kecil menjawab ketika ditanya, Singa tinggalnya dimana? “Kebun Binatang” atau “Sirkus” itu hasil pembodohan namanya.

Saya agak terganggu dengan blog-blog yang menulis (atau copy-paste-remake) mengenai perilaku hewan yang tersebar di mana-mana, mereka mengatakan tidak pantas Ibu singa membiarkan anak-anaknya mati dibunuh singa jantan, tidak pantas seorang Ibu kodok bertelur lalu kemudian memberi telur tersebut kepada sang jantan dan pergi dengan tidak bertanggung jawab, tidak pantas seorang lumba-lumba gonta-ganti pasangan hanya untuk rekreasi seks, tidak pantas ibu panda dengan ceroboh berguling ketika tidur hingga menindih anak mereka sendiri hingga mati.

Satu yang butuh kita, sebagai manusia untuk pahami adalah HEWAN BUKAN MANUSIA.

Senin, 27 Februari 2012

Dua Kakek Saya...

Saya punya dua orang kakek dari Ibu saya. Seorang kakek kandung yang selalu dipanggil ‘Ayah’ dan seorang lagi kakek tiri yang dipanggil ‘Opa’. Dua-duanya berada di Padang, di tanah kelahiran Ibu saya.

Ayah, begitu Ibu memanggilnya, hidup terpisah dari rumah Oma, nenek saya. Mereka bercerai tepat ketika Ayah ditangkap atas tuduhan bahwa dirinya punya nama yang mirip dengan pemimpin PKI. Ayah PKI, semua petani dan guru di belahan Indonesia kebanyakan tergabung dalam organisasi ini pada tahun 1960-an. Ia dijatuhi hukuman pengasingan selama 13 tahun yang entah akan dikirim ke mana, maka itu Oma mengambil keputusan untuk bercerai karena baginya tidak mungkin menunggu selama 13 tahun, hidup harus terus berjalan baginya dan keenam anaknya. Selepas Ayah ditahan, Oma beserta Ibu saya pun ikut-ikutan di bawa ke gua Jepang, diperiksa apakah mereka ini Gerwani atau bukan. Sayangnya, cuma sekelumit cerita itu saja yang saya dapatkan dari Ibu saya tentang Ayah dan PKI.

Apa yang saya ingat dari Ayah? Kakek kandung saya? Dia adalah orang penyayang, lembut dan pintar. Saya selalu senang ketika kami ke Padang, saya akan mengunjunginya di sebuah rumah Gadang yang kuno dan klasik. Ketika kaki saya menginjak rumah itu ada derik dan bau kayu yang khas. Kakek akan menyambut saya dengan senang dan saya akan menikmati pertunjukkan andalannya, yaitu Sulap. Jika sekarang alat-alat sulap dijual instan, Ayah membuatnya sendiri dari bahan-bahan bekas, misalnya bekas bungkus korek api, plastik dan lain-lain.

Namun, ketika saya beranjak remaja, saya mulai suka untuk mengurung diri seperti kebanyakan remaja lainnya. Kesalahan terbesar saya kepadanya adalah, ketika sulap sudah bukan jadi hal menarik bagi seorang remaja, saya gampang bosan. Saat itu Ibu dan Bapak saya sedang berbincang serius di ruang tamu bersama Ayah, sedangkan saya bermain sendiri, waktu itu saya kelas 2 SMP. Karena terlalu bosan dan rasa iri terhadap kakak dan adik saya yang tidak ikut dalam kebosanan ini, saya memaksa orang tua saya untuk pulang, namun ketika mereka tetap melanjutkan obrolan, saya akhirnya marah dan bilang akan pulang sendiri. Orang tua saya pun panik mengejar saya dan terpaksa pamit. Setelahnya saya dapat masalah besar, dicaci keluarga besar, namun bukan hal itu yang bikin saya menyesal, melainkan tatapan Ayah ketika ia juga khawatir melihat saya yang keluar dari rumahnya dengan marah. Mata itu terkenang hingga sekarang dan bagi yang tahu rasa bersalah, ia seperti tombak, akan menghujam hatimu, membuatmu merasakan nyeri dan malu. Saya tak sempat meminta maaf atau memperbaiki hubungan karena dua tahun setelahnya, ia meninggal dunia karena sakit…


***


Kakek saya yang kedua, Opa, adalah Kakek Tiri. Ia menikah dengan Oma dengan paut umur 10 tahun, di mana dirinya jauh lebih muda. Opa dilahirkan dari keluarga Kristiani dan mempunyai peranakan Manado- Cina-Belanda. Ia pelaut kadang merompak dan guci-guci hasil rompakannya nangkring dengan manis di rumah. Oma dan Opa punya dua anak, dua-duanya perempuan, jadi Ibuku punya dua saudari tiri. Opa juga seorang yang penyayang. Ia bisa berbahasa Padang namun biasanya dia suka menggunakan bahasa betawi, hal itu tidak menghilang hingga saya besar.

Opa punya keahlian dalam merakit barang elektronik, membetulkan sepatu atau membuat meja dan kursi. Kebanyakan, rumah Oma dulunya dipenuhi dengan furniture bikinannya. Ia senang makan mie instan dan kalau ketahuan Oma, akan dimarahi. Kelurga Opa kebanyakan menetap di Jakarta. Ia tiap tahun akan pergi ke Jakarta untuk mengunjungi adik-kakaknya yang tinggal di sana.

Saya lupa apakah Opa sering bercerita tentang masa lalunya atau tidak (dasar pendengar yang buruk), namun sepertinya sih jarang. Opa kadang nakal, ia biasa mengakali PLN dengan mengutak-atik meteran listrik di depan rumahnya, biar biaya listrik makin murah katanya.

Opa senang mengantar dan menjaga cucu-cucunya yang masih kecil-kecil. Pagi-pagi Opa akan mengantar cucunya ke sekolah, lalu saat istirahat mengantar makanan untuk cucunya, dan menjemput mereka saat pulang sekolah. Saat liburan, jika ia ikut, Opa akan menjaga kala anak-anak berenang atau sedang bermain di wahana permainan. Ia pun bisa menjadi tim yang baik untuk Oma, misalnya, jika Oma yang memasak, ia yang bersihkan peralatan masak. Oma mencuci piring, ia mencuci baju. Oma beres-beres rumah, ia membetulkan furniture yang rusak.

Hingga kemudian, di saat saya berniat untuk datang ke Padang saat maret, sebuah kabar tiba-tiba saja datang. Opa meninggal. Ibu saya menangis ditelepon, dan saya putuskan bahwa meski uang tersisa sedikit, saya mesti ke Padang untuk memberikan penghormatan terakhir untuknya. Saya yakin hei Opa, walau beberapa orang mungkin tidak setuju menyebutkan sejarah dirimu perompak dan kristiani, bagi saya tidak masalah, kamu tetap orang baik meski dulunya perompak dan kristiani. Buktinya, orang gila yang saban hari lewat kamu beri rokok, orang yang mengaku baik saja merasa lebih baik usir itu orang gila, dibanding kasih sedikit nasi, karena kamu tahu, orang gila, juga manusia yang hidup, makhluk hidup.

Dua kakek saya berpulang ke tanah, apa lagi sih yang ada setelah kematian? Kenangan bukan? Inilah yang kadang-kadang menyiksa bagi yang hidup, karena kenangan itu raja… sembunyi dalam liku kecil neuron kita...

Selasa, 07 Februari 2012

Paranormal Activity 3


Oke. Akhirnya saya nonton Paranormal Activity 3. Tadinya saya underestimate film ini, ah saya pikir, ini cuma film murahan dari segi akting dan sinematografi, mungkin ini akibat saya terlanjur kecewa sama acting Gwyneth Paltrow di Iron Man 1 #eh, anyway… Berikut resensinya, enjoy…


Paranormal Activity 3 adalah kelanjutan dari Paranormal Activity dan Paranormal Activity 2 (saya belom nonton yang ini) tapi saya simpulkan bahwa dalam Paranormal Activity 3 adalah jawaban dari misteri 2 film sebelumnya. Pada awalnya film dimulai pada akhir tahun 1990-an bersama Katie dewasa yang sedang mengandung lalu kemudian datang Kristi yang membawa beberapa kaset video beta yang akan dititipkan pada gudang bawah rumah Katie. Kemudian setting berganti lagi menjadi tahun 2000 pada rumah yang sama dalam keadaan berantakan seperti habis dirampok dan kaset video yang waktu itu berada di ruang penyimpanan bawah tanah, hilang.


Setelah beberapa teaser, film sebenarnya pun dimulai, kali ini setting film diambil dengan latar belakang tahun 1988, saat Katie dan Kristi masih kecil. Mereka hidup disebuah rumah besar bersama Ibunya, Julie (Lauren Bittner) dan kekasih Ibu mereka, Dennis (Chris Smith). Keanehan mulai terjadi, terutama menimpa si bungsu Katie (Chloe Csengery) yang mempunyai teman khayalan bernama Toby, yang sebenernya bukan khayalan sama sekali.


Kejadian-kejadian aneh mulai menimpa keluarga ini, seperti suara-suara yang cukup menganggu yang didengar Dennis saat ia bekerja di ruang bawah, mengedit video perkawinan. Maka dari itu Dennis memutuskan untuk memasang beberapa kamera untuk merekam kegiatan dalam rumah. Satu di kamar tidurnya, satu di kamar anak-anak yang kebetulan tidur bersama di lantai atas, satu lagi, dengan menggunakan rangka kipas angin, ditaruh diantara ruang tamu dan ruang makan.


Keanehan segera terjadi dan tertangkap oleh kamera yang menyala dan diganti kasetnya secara berkala. Mulai dari Katie yang selalu bangun malam-malam karena ‘temannya’ Toby mengajak bermain. Lampu yang tiba-tiba menyala dengan terang kemudian meledak. Kemudian baby sitter yang ketakutan karena mengalami kejadian ‘paranormal’. Kristi yang mulai ketakutan akan keberadaan Toby. Rekan kerja Dennis yang meninggalkannya karena mengalami ‘serangan’ ketika diminta menjaga Kristi di siang bolong.


Film dirangkai dengan sistematis oleh Henry Joost dan Ariel Schulman. Intensitas dijaga hingga mencapai puncaknya yang hadir di akhir film. Hal lain yang patut dipuji adalah akting yang begitu alami dilakukan oleh pemain-pemainnya termasuk kedua aktris cilik yang berperan sebagai Kristi dan Katie. Henry Joost dan Ariel Schulman juga pandai menangkap momen-momen tertentu, seperti saat gigi susu Katie akan tanggal, ah itu kan’ sungguh momen yang tidak bisa direka-reka, apa jangan-jangan itu bohongan dan saya tertipu?


Setelah menonton film ini, apa yang dapat saya simpulkan? Bahwa sebenarnya kehadiran makhluk halus yang benar-benar tak berwujud dan transparan sebenarnya tidaklah terlalu menakutkan. Namun ketika dia hadir dengan wujud yang menyeramkan serta memiliki kemampuan membunuh… Itu yang kita semua takutkan… bukan?