Selasa, 04 Mei 2010

Amel

Dia tidak cantik tapi manis. Amel namanya. Hidupnya tidak terlalu indah karena harus berjuang d ijalanan. Dia bukan anak jalanan. Dia adalah seekor monyet betina yang bekerja diluar ketentuan undang-undang tenaga kerja. Dia bekerja sembilan jam sehari, dengan waktu istirahat hanya lima belas menit. Sore itu dia terlihat sangat lemas. Amel tergolong masih 'baru' untuk terjun sebagai topeng monyet. Atraksinya hanya sebatas menggigit topeng dan berdiri.

Amel sangat jinak, namun sudah mati rasa karena terlalu sering dikasari. Belai saja punggungnya yang kurus karena jarang diberi makan. Ia terlihat sangat kelaparan karena dari tadi terus-terusan menggerogoti daun-daun yang berguguran. Rantai yang mencekik lehernya seakan mencekik kebebasannya sebagai monyet yang harusnya berlompatan antar dahan. Amel terlihat kuyu.

Si majikan, baru berumur lima belas tahun. Masih muda. Diantara keempat temannya yang juga bekerja sebagai topeng monyet dipinggir jalan itu, hanya dia yang paling bisa diajak bicara. Logatnya terdengar seperti berasal dari daerah Jawa Tengah. Penampilannya sama lusuhnya dengan Amel. Dia merespon semua pertanyaan dengan baik, walau bahasa Indonesianya kadang sukar dipahami.

"Monyetnya sudah dikasih makan belum mas?"
"Sudah mba tadi dzuhur..."
Saat itu sudah pukul setengah enam sore. Sebagai manusia saja kita sudah kembali keroncongan.
"Mas tinggal dimana?"
"Di prumpung...Disana juga tempat monyetnya."
"Biasanya dapet berapa mas sehari topeng monyet kayak gini?"
"Lima puluh ribulah..."
Jumlah yang cukup banyak.
"Monyetnya nyewa?"
"Nyewa Mba, ini aja tiga puluh ribu..."
Berarti ada agency monyet yang menadah keuntungan dengan berungkang-ungkang kaki, menyewakan mahluk yang ditangkap dari rumah mereka sendiri, yang bukan dari jenisnya yang sudah tentu tidak mau disewakan karena akan melalui siksaan setelah ditangkap.

"Lalu mas, kalau tiba-tiba gak boleh ada topeng monyet, mas mau kerja apa?"
Maksudnya biar dibelikan gitar, mengamen, berjuang pakai tenaga sendiri, bukan menyuruh yang lain bersusah-susah untuk bekerja.
Dia tidak menjawab pertanyaan tersebut. Amel masih mencari-cari daun untuk dimakan.

Amel pasti butuh minum, si majikan pasti butuh minum, Amel juga butuh makan walau sedikit, cuma ada minuman kemasan gelas, lima bungkus kacang. Mudah-mudahan Amel suka.

Amel tahu saya bawa makanan dan minuman. Dari jauh dia sudah memandang kantong bawaan saya. Amel monyet yang pintar, dia tahu cara minum dari sebuah minuman kemasan gelas.

Amel, nasibmu buruk tinggal di negara ini, berbeda dari saudaramu yang bisa bebas mandi air hangat di timur sana. Karena tidak akan ada yang peduli padamu kecuali segelintir hanya karena persentasi jenismu belum mendekati punah. Hanya karena kamu tidak lebih dari seekor hewan tanpa perasaan.

Amel...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar