Rabu, 04 September 2013

Sebuah Opini untuk Perahu Kertas 1



Oke, sebelum saya menumpahkan semuanya, ingin rasanya mengingatkan pembaca bahwa saya sedikit lagi berumur tiga puluh tahun, tidak pernah punya latar belakang semanis dalam film ini, tukang kritik, tapi yang perlu digaris bawahi bukan karena hal-hal itu saya mengkritik film ini, in fact I LOVE Reza, he is a talented and promising actor, namun lebih karena memang saya menemukan kejanggalan dan kelebayan yang memang harus diungkapkan bahwa hal ini kurang sesuai realita

Mari kita mulai.

Tersebutlah Kugi, seorang gadis belia yang manis yang sangat ngefans pol sama yang namanya dongeng dan dengan bekal itu berangkat kuliah ke Bandung mengambil kuliah jurusan Sastra. Setelah beberapa lama ngekos di Bandung, tau-tau temannya punya saudara sepupu yang datang dari Belanda, mau kuliah juga di Bandung, ambil ekonomi, namanya Keenan. Kugi punya kebiasaan unik, yaitu menciptakan ‘radar neptunus’ yang terbit dari dongeng impiannya. Kugi nyaris selalu menemukan hal-hal yang benar dengan radar neptunusnya, tak terkecuali ketika mereka kesulitan mencari Keenan di stasiun kereta kota Bandung yang ramai.

Keenan merasa kepribadian Kugi menarik, gadis yang semangat untuk mengejar mimpi jadi penulis. Sementara dirinya harus kuliah ekonomi pilihan Ayahnya, sementara cita-citanya yang paling dalam adalah melukis. Karena Kugi-lah Keenan percaya bahwa ia juga bisa menghidupkan mimpinya. Keenan yang tampan, segera jadi rebutan, apalagi ketika Grace (benarkah namanya?) seorang gadis cantik, blasteran, yang orang tuanya adalah pemilik Galeri kenamaan, datang mendekati Keenan.

Meski pada awalnya Keenan dibohongi oleh Grace yang bilang bahwa lukisannya laku, dan jadi PEDE kejar mimpi, padahal lukisan dibeli ortu Grace semua, namun sudah kepalang tanggung, Keenan ingin mengejar impiannya menjadi pelukis. Ia pun berangkat ke Bali, meninggalkan kuliahnya untuk jadi seorang pelukis. Sementara Kugi, lulus jadi sarjana Sastra, magang di sebuah kantor advertising teman kakaknya. Menjadi anak magang Kugi harus pasrah cuma dapat kerjaan fotokopi dan bikin kopi atau teh, hingga suatu saat ketika tim kreatif yang sedang brainstorming kehabisan ide, lalu Kugi muncul dengan ide brilian.

Voila! Sejak saat itu Kugi pun jadi karyawan tetap dan diserahkan tanggung jawab untuk memimpin tim kreatif yang biasanya tugas ini dipegang oleh Art Director dalam sebuah advertising, tapi di sini dipegang Kugi yang posisinya copywriter. Kugi yang mempunyai kepribadian menarik segera menarik hati Art Directornya yang juga teman kakaknya, kebiasaan mereka jalan dan makan berdua, membuat mereka dekat dan lalu saling jatuh hati.

Sementara Keenan? Berusaha keras untuk menjadi pelukis, ia banyak mendapat nasihat dan semangat melalui Kian, gadis Bali yang perhatian padanya. Lukisannya kebanyakan terinspirasi oleh cerita yang Kugi tulis ketika dulu masih kuliah dan menjadi pekerja sosial mendirikan taman baca untuk anak-anak desa.
Kemudian pada akhir film, Keenan yang hidup terpisah di Bali tiba-tiba dikunjungi sang Ibu yang membawa kabar buruk. Ayahnya jatuh sakit. Stroke sudah yang ketiga kalinya. Untuk melindungi perusahaan sang Ayah, ia harus mengambil alih tampuk kepemimpinan.

Baiklah, begitulah cerita singkat dari Perahu Kertas bagian 1. Apa yang mengganggu dan menjadi masalah saya ketika menontonnya? 

Terlalu manis untuk sebuah kenyataan di luar sana yang pahit. Ah, namanya juga film. Saya pikir, film, meski fiksi, harus lebih mendidik dan kalau boleh meminjam ucapan Berto Tukan, seorang teman yang rajin menulis untuk Remotivi - tidak nirproses ketika menceritakan sebuah profesi ataupun terjadinya suatu sebab akibat. Jika itu yang terjadi, sama saja dengan menjual mimpi.

Meski saya bukan copywriter yang terlalu baik namun saya tahu bagaimana pekerjaan ini beserta hirarkinya harus dijalankan. Pertama, anak magang. Bagi perusahaan, anak magang adalah tenaga gratis untuk menyumbangkan produktifitas sebanyak-banyaknya tanpa perlu dibayar. Lalu untuk apa bikin teh, kopi atau hanya fotokopi? Hal itu sudah dilakukan oleh office boy. Kebanyakan anak magang mengerjakan pekerjaan sesuai bidang yang ia tekuni. Karena semakin produktif ia, semakin menguntungkan pula bagi perusahaan.

Kedua, memang banyak, anak magang yang berbakat dengan segera dipinang perusahaan untuk menjadi aset mereka. NAMUN - sengaja pakai huruf besar, dalam perusahaan selalu ada HIRARKI atau yang namanya JENJANG KARIR. Tidak bisa seorang anak magang yang ingin jadi Junior Copywriter tiba-tiba langsung loncat menduduki posisi pemimpin tim kreatif yang biasanya dilakukan oleh Art Director, fatal ini, tanya di agency iklan manapun enggak bakalan ada hal-hal yang begini. Jadi calon copywriter yang menonton film ini, please don’t believe this part of the story, truly madly DONGENG. Dari junior copywriter kamu jadi copywriter, terus berkarya selama bertahun-tahun dan mungkin kalau kamu masih betah sama kantornya, kamu bisa saja jadi Art Director.

Ketiga, pacaran dengan Art Director. Saya belum pernah mengadakan survey, tapi dosen saya, seorang copywriter yang malang melintang di perusahaan advertising besar. Ketika bercerita, ia memang akan selalu menggunakan kata ‘pacaran’ atau ‘berantem mesra’ dengan art directornya untuk menggarap sebuah ide kampanye, tapi tidak berarti jatuh hati. Bagi saya keadaan pacaran atau saling jatuh hati, akan membuat situasi tidak lagi objektif, seorang art director tidak akan bisa menilai pekerjaan copywriter dengan semestinya, demikian pun sebaliknya. Menurut saya sih, kalau ada situasi seperti ini, kayaknya advertising tersebut pasti bisa runtuh.

Keempat, Keenan yang ingin jadi pelukis, kemudian harus pulang dari Bali ke Jakarta untuk memimpin perusahaan Ayahnya yang tiba-tiba kehilangan tampuk kepemimpinan karena Ayahnya sakit. Bukan enggak mungkin sih, bisa saja, tapi tentunya tidak secepat itu juga, pulang langsung kerja, mimpin ini itu. Tentunya sang ayah punya asisten yang lebih dipercaya untuk mengatur perusahaan dan mengajarkannya sedikit demi sedikit kepada Keenan. Bukan langsung take over gitu kan?

Kelima, saya agak terganggu dengan banyaknya kedekatan yang berbuah hubungan entah antara Kugi dengan art directornya ataupun antara Kugi dengan Keenan. Hingga akhirnya membuat saya berpikir, bahwa apakah tidak bisa perempuan dan laki-laki menjadi teman dekat tanpa adanya sebuah perasaan perasaan tambahan yang spesial? Jika memang begitu, dunia kok jadi gak asyik yah?


Kemanggisan, pukul dua tiga puluh dini hari.

6 komentar:

  1. makanya gw males nonton filemnya, gw lebih suka nonton maudi main gitar di youtube hahaha

    BalasHapus
  2. hnggg gw setuju sama semua pembahasan lo. Anak magang di MIlk ga pernah disuruh bikin kopi, soalnya kita ga punya aer panas. Trus copywriter pacaran sama art? Ibarat Mbem pacaran sama Ombai itu mah ye~
    *ngasih komen aja suka salah fokus*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dasar kamuh sapi yang mamam ee sendiri jadi ngaco!

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus