Oke, sebelum saya menumpahkan semuanya, ingin rasanya
mengingatkan pembaca bahwa saya sedikit lagi berumur tiga puluh tahun, tidak
pernah punya latar belakang semanis dalam film ini, tukang kritik, tapi yang
perlu digaris bawahi bukan karena hal-hal itu saya mengkritik film ini, in fact I LOVE Reza, he is a talented and promising actor, namun
lebih karena memang saya menemukan kejanggalan dan kelebayan yang memang harus
diungkapkan bahwa hal ini kurang sesuai realita.
Mari kita mulai.
Tersebutlah Kugi, seorang gadis belia yang manis yang sangat
ngefans pol sama yang namanya dongeng dan dengan bekal itu berangkat kuliah ke
Bandung mengambil kuliah jurusan Sastra. Setelah beberapa lama ngekos di
Bandung, tau-tau temannya punya saudara sepupu yang datang dari Belanda, mau
kuliah juga di Bandung, ambil ekonomi, namanya Keenan. Kugi punya kebiasaan
unik, yaitu menciptakan ‘radar neptunus’ yang terbit dari dongeng impiannya.
Kugi nyaris selalu menemukan hal-hal yang benar dengan radar neptunusnya, tak
terkecuali ketika mereka kesulitan mencari Keenan di stasiun kereta kota
Bandung yang ramai.
Keenan merasa kepribadian Kugi menarik, gadis yang semangat
untuk mengejar mimpi jadi penulis. Sementara dirinya harus kuliah ekonomi
pilihan Ayahnya, sementara cita-citanya yang paling dalam adalah melukis.
Karena Kugi-lah Keenan percaya bahwa ia juga bisa menghidupkan mimpinya. Keenan
yang tampan, segera jadi rebutan, apalagi ketika Grace (benarkah namanya?) seorang
gadis cantik, blasteran, yang orang tuanya adalah pemilik Galeri kenamaan,
datang mendekati Keenan.
Meski pada awalnya Keenan dibohongi oleh Grace yang bilang
bahwa lukisannya laku, dan jadi PEDE kejar mimpi, padahal lukisan dibeli ortu
Grace semua, namun sudah kepalang tanggung, Keenan ingin mengejar impiannya
menjadi pelukis. Ia pun berangkat ke Bali, meninggalkan kuliahnya untuk jadi
seorang pelukis. Sementara Kugi, lulus jadi sarjana Sastra, magang di sebuah kantor
advertising teman kakaknya. Menjadi anak magang Kugi harus pasrah cuma dapat
kerjaan fotokopi dan bikin kopi atau teh, hingga suatu saat ketika tim kreatif
yang sedang brainstorming kehabisan ide, lalu Kugi muncul dengan ide brilian.
Voila! Sejak saat itu Kugi pun jadi karyawan tetap dan diserahkan
tanggung jawab untuk memimpin tim kreatif yang biasanya tugas ini dipegang oleh
Art Director dalam sebuah advertising, tapi di sini dipegang Kugi yang
posisinya copywriter. Kugi yang mempunyai kepribadian menarik segera menarik
hati Art Directornya yang juga teman kakaknya, kebiasaan mereka jalan dan makan
berdua, membuat mereka dekat dan lalu saling jatuh hati.
Sementara Keenan? Berusaha keras untuk menjadi pelukis, ia
banyak mendapat nasihat dan semangat melalui Kian, gadis Bali yang perhatian
padanya. Lukisannya kebanyakan terinspirasi oleh cerita yang Kugi tulis ketika
dulu masih kuliah dan menjadi pekerja sosial mendirikan taman baca untuk
anak-anak desa.
Kemudian pada akhir film, Keenan yang hidup terpisah di Bali
tiba-tiba dikunjungi sang Ibu yang membawa kabar buruk. Ayahnya jatuh sakit.
Stroke sudah yang ketiga kalinya. Untuk melindungi perusahaan sang Ayah, ia
harus mengambil alih tampuk kepemimpinan.
Baiklah, begitulah cerita singkat dari Perahu Kertas bagian
1. Apa yang mengganggu dan menjadi masalah saya ketika menontonnya?
Terlalu
manis untuk sebuah kenyataan di luar sana yang pahit. Ah, namanya juga film.
Saya pikir, film, meski fiksi, harus lebih mendidik dan kalau boleh meminjam
ucapan Berto Tukan, seorang teman yang rajin menulis untuk Remotivi - tidak nirproses
ketika menceritakan sebuah profesi ataupun terjadinya suatu sebab akibat. Jika itu
yang terjadi, sama saja dengan menjual mimpi.
Meski saya bukan copywriter yang terlalu baik namun saya
tahu bagaimana pekerjaan ini beserta hirarkinya harus dijalankan. Pertama, anak
magang. Bagi perusahaan, anak magang adalah tenaga gratis untuk menyumbangkan
produktifitas sebanyak-banyaknya tanpa perlu dibayar. Lalu untuk apa bikin teh,
kopi atau hanya fotokopi? Hal itu sudah dilakukan oleh office boy. Kebanyakan
anak magang mengerjakan pekerjaan sesuai bidang yang ia tekuni. Karena semakin
produktif ia, semakin menguntungkan pula bagi perusahaan.
Kedua, memang banyak, anak magang yang berbakat dengan
segera dipinang perusahaan untuk menjadi aset mereka. NAMUN - sengaja pakai
huruf besar, dalam perusahaan selalu ada HIRARKI atau yang namanya JENJANG
KARIR. Tidak bisa seorang anak magang yang ingin jadi Junior Copywriter
tiba-tiba langsung loncat menduduki posisi pemimpin tim kreatif yang biasanya
dilakukan oleh Art Director, fatal ini, tanya di agency iklan manapun enggak
bakalan ada hal-hal yang begini. Jadi calon copywriter yang menonton film ini,
please don’t believe this part of the story, truly madly DONGENG. Dari junior
copywriter kamu jadi copywriter, terus berkarya selama bertahun-tahun dan
mungkin kalau kamu masih betah sama kantornya, kamu bisa saja jadi Art
Director.
Ketiga, pacaran dengan Art Director. Saya belum pernah
mengadakan survey, tapi dosen saya, seorang copywriter yang malang melintang di perusahaan
advertising besar. Ketika bercerita, ia memang akan selalu menggunakan kata
‘pacaran’ atau ‘berantem mesra’ dengan art directornya untuk menggarap sebuah
ide kampanye, tapi tidak berarti jatuh hati. Bagi saya keadaan pacaran atau
saling jatuh hati, akan membuat situasi tidak lagi objektif, seorang art
director tidak akan bisa menilai pekerjaan copywriter dengan semestinya,
demikian pun sebaliknya. Menurut saya sih, kalau ada situasi seperti ini,
kayaknya advertising tersebut pasti bisa runtuh.
Keempat, Keenan yang ingin jadi pelukis, kemudian harus
pulang dari Bali ke Jakarta untuk memimpin perusahaan Ayahnya yang tiba-tiba kehilangan
tampuk kepemimpinan karena Ayahnya sakit. Bukan enggak mungkin sih, bisa saja,
tapi tentunya tidak secepat itu juga, pulang langsung kerja, mimpin ini itu.
Tentunya sang ayah punya asisten yang lebih dipercaya untuk mengatur perusahaan
dan mengajarkannya sedikit demi sedikit kepada Keenan. Bukan langsung take over gitu kan?
Kelima, saya agak terganggu dengan banyaknya kedekatan yang
berbuah hubungan entah antara Kugi dengan art directornya ataupun antara Kugi
dengan Keenan. Hingga akhirnya membuat saya berpikir, bahwa apakah tidak bisa
perempuan dan laki-laki menjadi teman dekat tanpa adanya sebuah perasaan
perasaan tambahan yang spesial? Jika memang begitu, dunia kok jadi gak asyik
yah?
Kemanggisan, pukul dua
tiga puluh dini hari.