Jumat, 15 Februari 2013

Life of Pi

Saya melihat sampul dari buku Life of Pi yang sungguh catchy sekitar 6 tahun lalu di kamar seorang teman. Ia bilang bahwa kisah buku ini bagus sekali. Namun, saya lupa mengapa saya enggan membacanya. Hingga akhirnya, 6 tahun kemudian, Life of Pi hadir dalam bentuk film. Jujur, ikut campur Ang Lee sebagai sutradara merupakan salah satu faktor saya mengukuhkan niat untuk nonton. Bagi pacar yang suka teknologi, dia bilang ingin sekali rasakan menonton film berformat 3D. Sempat alot karena pikiran sempit saya yang mengatakan bahwa 3D hanya terlihat bagus untuk film-film anime atau semacam Hobit. Tapi okelah, ayo kita coba!

Setelah masuk ke bioskop dan kerepotan sendiri karena harus pakai dobel kacamata, film pun akhirnya dimulai.

Cerita dimulai di Kanada, saat seorang penulis novel (Rafe Spall) mengunjungi seorang imigran India yang bernama Piscine Molitor (Irfan Khan). Si penulis menginginkan sebuah kisah nyata yang spektakuler dari Pi, panggilan Piscine, untuk bahan novelnya. Kisah pun berlanjut dan berkembang ketika Pi mulai menceritakan kisah hidupnya kepada sang penulis. Pi adalah anak kedua dari dua bersaudara dan memiliki masa kecil yang relatif bahagia dengan kedua orang tuanya, Santosh Patel (Adil Hussain) dan Gita Patel (Tabu), serta kakak laki-lakinya. Keluarga ini memiliki sebuah kebun binatang di Pondicherry, India. Di bagian masa kecil ini diperlihatkan bagaimana ketertarikan seorang Pi terhadap agama-agama seperti Hindu, Kristen, dan Islam. Bahkan dengan polosnya Pi berusaha memeluk tiga agama ini sekaligus. Seiring berjalan waktu, Pi tumbuh menjadi remaja normal (Suraj Sharma) dengan segala dinamika kehidupan, termasuk kisah asmaranya dengan seorang penari bernama Anandi (Shravanthi Sainath). Kehidupan mereka tampak tetap berjalan normal hingga terjadi masalah politik yang mengancam keberlangsungan kebun binatang milik keluarga Pi. Setelah rapat yang alot, keluarga ini dengan berat hati memutuskan untuk mengungsi ke Kanada beserta hewan-hewan kebun binatang mereka untuk memulai kehidupan yang baru.(paragraf ini diambil dari Agus Ferdinand)

Namun ditengah perjalanan, sebuah badai menghantam kapal yang mengakibatkan kapal tenggelam, tidak ada yang selamat kecuali Pi dan seekor Zebra yang patah kakinya karena meloncat panik ke sekoci, seekor Orang Utan, Hyena dan Singa Benggala yang bernama Richard Parker. Keberadaan dua karnivora dalam satu kapal adalah buruk. Benar saja, segera setelah hari berganti, Hyena menyerang Zebra dan Orang Utan, namun pada akhirnya Hyena diserang oleh Richard Parker. Berhari-hari terombang-ambing, hewan pun ternyata bisa frustasi, ketika Richard Parker akhirnya terlempar ke laut dan kemudian tidak dapat naik ke sekoci. Pi yang baik menyediakan jalan untuknya naik, dan memilih dirinyalah yang harus membangun perahu lain dari sisa-sisa tempat perbekalan di sekoci. Saat itu Pi mencari keagungan Tuhan dan kisah menakjubkan ini adalah sebuah tandanya. Jika kau memilih untuk percaya.

Setelah dimanjakan oleh angle dan pemandangan yang disuguhkan Ang Lee mulai dari awal hingga akhir film, humor dalam cerita, kematangan akting para pemainnya, ataupun harimau benggala yang terlihat sangat nyata, saya berdecak puas. Lalu apakah saya puas dan percaya pada Tuhan?

Saya pada nyatanya mungkin sedikit mirip Pi, melihat hewan punya jiwa mereka sendiri. Namun ketika hewan liar memandang saya secara bersahabat dengan logis saya akan setuju kepada ayah Pi, bahwa itu mungkin hanya pantulan dari perasaan saya. Bagaimana tentang Tuhan? Bagi saya, bumi dan isinya ataupun keajaiban yang terjadi diluar nalar hanyalah terjadi, tanpa campur tangan siapapun atau apapun. Saya percaya hidup adalah bagian dari sebab - akibat. Cinta yang paling abstrak pun demikian, terjadi karena sebuah sebab. Lalu di mana Tuhan? Saya tidak lagi mempertanyakan hal tersebut yang nantinya hanyalah akan berujung pada "Lalu Tuhan mana yang benar?"