Rabu, 19 September 2012

Nasib Brama dan Kumbara di sirkus keliling

Foto diambil dari Kompasiana dari sebuah artikel jalan-jalan 
yang ditulis oleh Noorhani Laksmi
 
Cibaduyut 2011 - Brama dan Kumbara sedang tertidur ketika saya datang dengan cara mengendap-endap. Mereka memejamkan mata di pinggir kolam. Membiarkan paru-paru mereka bernafas dengan leluasa. Namun saya merasa bersalah, ketika akhirnya mereka terbangun lalu berteriak terkejut.

"Maaf mbak, silahkan keluar dulu, pentasnya belum dimulai...", seorang laki-laki muncul dengan seragam batik.

"Wah gak boleh ada di sini sebelum pertunjukkan? Katanya tadi boleh," ujar saya.

"Enggak bisa Mbak, keluar dulu nanti pukul setengah sepuluh baru boleh dibuka..." katanya lagi sambil mengarahkan saya pada pintu keluar.

Pria itu bernama Bapak Yono, ia terlihat masih muda, bahkan mungkin belum mencapai usia 30 tahun. Saya memperkenalkan diri kepadanya, dengan sangat jelas, nama asli, umur asli, jenis kelamin asli, dan maksud serta tujuan saya datang ke sini. Kemudian saya mengeluarkan notes kecil untuk bertanya lalu mencatat. Air mukanya berubah, ia kemudian mengeluarkan rokok dari sakunya, menyalakannya dan kemudian bertanya pada saya.

"Mbak ini sebenarnya dari mana?"

"Loh, tadi kan saya sudah cerita bahwa saya datang ke sini atas nama pribadi, bukan untuk siapa-siapa.", ujar saya.

"Etiket mbak kurang baik, seenggaknya ada kartu nama atau apa..." Pak Yono masih merasa keberatan atas kedatangan saya beserta buku catatan tersebut.

Saya mencoba bersabar sambil menghela nafas, saya menjawab "Bapak, saya tidak bekerja untuk siapa-siapa di sini, saya hanya ingin tahu bagaimana sirkus keliling ini bekerja, jadi tentu saya tidak punya kartu nama..."

Pak Yono baru lima bulan bekerja di WSI (Wersut Seguni Indonesia). Ia sebelumnya bekerja sebagai kuli bangunan di Bekasi. Istri dan anaknya tinggal di Purwakarta. Terlihat sekali ia gelisah, ketakutan menjawab tiap pertanyaan yang diajukan, hingga berulangkali meminta saya untuk menunggu bosnya saja datang.

Saat itu pukul delapan pagi. Butuh naik angkot tiga kali untuk mencapai lapangan TVRI di Cibaduyut. Dari riung bandung naik angkot riung-dago lalu berhenti di perempatan Carefour, dilanjutkan naik angkot jurusan Karang Setra - Cibaduyut, turun di bawah tugu berbentuk sepatu, lalu naik satu kali angkot lagi dan sampailah kamu di gerbang TVRI.

Cuaca bandung sedang mendung, maka udara makin terasa dingin. Saya memesan teh manis di warung terdekat. Orang-orang berseragam macam Bapak Yono sedang berkumpul, ada yang sarapan nasi dengan telor dadar, ada yang menikmati segelas kopi, semuanya laki-laki. Jadi yang perempuan cuma tiga orang di sana, saya, penjaja warung serta anaknya.

Suasana di sini lebih damai dibanding ketika saya berhadapan dengan Pak Yono. Mereka mempersilahkan saya duduk dan saya bisa mengobrol lebih santai, tanpa buku catatan. Saya pikir itu yang memengaruhi mereka secara psikologis untuk berhati-hati, buku catatan. Para pegawai ini kebanyakan berasal dari Semarang, WSI sendiri berpusat di sana. Mereka melakukan pertunjukan berpindah-pindah tiap bulannya.

"Sebulan pentas di sini setiap hari lalu bapak-bapak ini tinggal di mana?" tanya saya sambil menyeruput teh hangat yang tadi saya pesan.
"Ya ngekost mbak," ujar salah satu yang paling dekat dengan saya.
"Wah, dibayarin tempat kosnya sama perusahaan?" tanya saya lagi.
"Yo enggak..." ujarnya dengan tawa maklum.

Waw, saya pikir WSI akan menanggung itu semua, atau setidaknya biaya makan karyawannya. Coba kita hitung pendapatannya. Ada tiga jenis tiket yang bisa dibeli. VIP seharga Rp 35.000, kelas 1 Rp 25.000, anak-anak Rp 20.000. Jika dalam sehari pengunjung bisa mencapai 100 orang tiap kali pertunjukkan, anggaplah semua orang membeli tiket kelas 1, maka pendapatan yang terkumpul sekali pertunjukkan adalah Rp 2.500.000,- Saya melongok pada jadwal pertunjukkan yang dicetak besar-besar pada Banner, ada tiga kali pertunjukkan dalam satu hari di akhir pekan, sementara pertunjukan pada hari kerja dilakukan sebanyak dua kali. Maka pendapatan satu minggu kurang lebih adalah Rp 50.000.000,- Maka dalam sebulan, penghasilan yang dapat mereka capai adalah sebesar Rp 200.000.000,- Saya tidak tahu berapa besarnya biaya transportasi, biaya pakan, perawatan (jika ada), biaya bangun panggung, pajak mungkin, namun saya rasa tidak menyakitkan bagi perusahaan tersebut untuk mengeluarkan satu atau tiga juta untuk biaya sewa tempat tinggal karyawannya.

"Mas, jika bekerja begini penghasilannya tetap tiap bulan? Jadi karyawan tetap?" tanya saya.

Salah satu dari mereka menjawab, "Ada yang memang sudah tetap, kalau saya belum Mbak, kalau bos suka ya saya dipake terus, kalau enggak yaudah..." ujarnya, ada nada pasrah pada kalimatnya.


***


WSI mempunyai tiga tim pertunjukkan sirkus keliling yang akan dipecah ke tiga daerah berbeda. Ketika tim yang ini pentas di Cibaduyut, Bandung, tim lain sedang pentas di Ciledug, Tangerang. Dan tim lain pentas di tempat lain, ah tidak ada keterangan tentang tempat pentas oleh tim ketiga. Pendeknya, maka pendapatan bisa dijadikan tiga kali lipat. Keuntungan yang menggiurkan bukan?

Untuk mempromosikan pertunjukkan sirkus keliling, WSI memajang spanduk pada beberapa daerah terdekat dari tempat sirkus digelar, WSI juga menggunakan 'car ads', yaitu sebuah mobil khusus yang dihias seperti semacam spanduk serta dilengkapi dengan pengeras suara. Pada badan mobil ada beberapa alamat blogspot yang bisa dikunjungi untuk 'mengintip' apa itu WSI.


Pada halaman blogspotnya, http://wersutseguniindonesia.blogspot.com/ , Wersut Seguni Indonesia merupakan sebuah perusahaan perseroan di bawah naungan BKSDA/ Balai Konservasi Sumber Daya Alam di Jawa Tengah yang mengklaim dirinya adalah salah satu Lembaga Konservasi Mamalia Air. Pada alamat blogspot yang lain yaitu http://theseawsi.blogspot.com/, WSI membangun wahana permainan di kawasan wisata Pantai Chaya Desa Sendang sikucing, Kendal dengan nama "The Sea Pantai Cahaya". Dalam wahana permainan ini  dilengkapi dengan pertunjukkan lumba-lumba dan mengoleksi berbagai hewan langka, dilengkapi dengan fasilitas Dolphin Terapi yang mereka klaim bisa mengobati; autis, penderita stroke, migren, gangguan saraf dan untuk kesenangan. Alamat blogspot http://wersutseguniindonesia.blogspot.com/ terakhir diupdate pada tahun 2010, sementara alamat blogspot  http://theseawsi.blogspot.com/  diupdate terakhir pada September 2011.


Pukul, setengah sepuluh kurang. Sebuah musik kemudian mengalun kencang dari pengeras suara, sungguh kencang. Kalau kamu tahu seberapa kecang tukang penjual DVD bajakan memutar lagu di pinggir jalan, nah besar volumenya kira-kira segitu. Aduh, saya khawatir suara berisik ini menganggu Brama dan Kumbara dan mungkin juga yang lain, yang berada di balik panggung.

Sambil menunggu hingga pukul setengah sepuluh tiba, saya mengitari area pameran. Kebanyakan booth masih tutup, tak terkecuali booth permainan memancing ikan, kolam berukuran 1 x 1 m tersebut ditengah-tengahnya diletakkan sebuah akuarium kecil dengan ikan mati mengambang, ada tiga buah ikan yang mati. Menurut saya pengetahuan serta tingkat ekonomi yang rendah memicu masyarakat berlaku acuh. Benarkah asumsi saya tersebut? Masyarakat memang dibuat bodoh dan acuh oleh negara?

Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya pintu dibuka. Pertunjukkan tidak segera di mulai, seluruh pengunjung belum berkumpul. Musik berdentum keras sekali, lagu-lagu dari band yang sedang populer mengalun kencang. Kotak, ST12, Armada dan masih banyak lagi. Ah kasihan Brama dan Kumbara, semoga air dapat meredam bunyi berisik tersebut. Saya berkesempatan melihat lebih dekat ke arah Brama dan Kumbara sebelum pertunjukan dimulai. Salah satu dari mereka punya bekas yang masih terlihat jelas di badan, tandanya mirip seperti ketika kamu tidur dan kulitmu bersentuhan dengan benda berpola, pola itu akan menempel beberapa lama di sana. Macam itulah tanda yang terdapat di tubuh, hmm entah Brama atau Kumbara. Asumsi saya adalah bekas itu disebabkan oleh tali yang mengikat tubuh mereka.

Pengunjung kebanyakan adalah keluarga menengah ke bawah yang tinggal di sekitar Cibaduyut. Semua anak-anak terlihat antusias menanti pertunjukkan dimulai. Mungkin jika saya seusia mereka, akan sama antusiasnya. Se-antusias ketika dulu saya ingin menonton topeng monyet saat masih kecil.

Pertunjukan dimulai dengan aksi burung kakak tua putih dengan monolog yang diberikan oleh MC. Dilanjutkan dengan pertunjukan oleh beruang madu, yang terlihat marah dan ingin kembali masuk ke belakang panggung ketika disuruh 'bekerja'. Setelah beruang madu ada dua ekor berang-berang, dan selama aksi tersebut berlangsung, Brama dan Kumbara jarang sekali berenang dipermukaan, mereka hanya muncul untuk mengambil nafas panjang kemudian menyelam kembali.

Para kru yang sedari tadi saya temui ketika menyeruput teh manis, kini melakukan tugasnya mengitari panggung sambil menjajakan makanan yang bagi saya terlihat sungguh murahan dan berbahaya untuk dimakan karena warna-warna yang begitu mencolok dan bungkus yang tidak lagi baru.

Tiba-tiba, terdengar bunyi mesin. Sebuah alat pentas turun dari langit-langit kubah sirkus yang menaungi tempat pertunjukan tersebut. Ada dua buah lingkaran seperti hulahoop tergantung di sana. Ini pertunjukkan utama dengan bintang utama, dua ekor lumba-lumba yang dinamakan Brama dan Kumbara. Dengan aba-aba dari pelatih, Brama dan Kumbara pun berenang ke atas permukaan, melakukan atraksi meloncati hulahoop raksasa. Wajah anak-anak kecil terlihat terpukau dengan atraksi tersebut. Sepanjang atraksi MC memberikan ceramah singkat yang mereka namakan 'edukasi' kepada penonton.

"Lumba-lumba adalah mamalia. Mereka punya indra yang sangat peka yaitu namanya Sonar. Lumba-lumba juga makhluk yang pintar...", kurang lebih seperti itulah potongan ceramah 'edukasi'. Selama MC berbicara dengan keras melalui microphone, selama itu pula musik masih menggelegar dari 5 pengeras suara yang mengelilingi panggung.

Pertunjukkan kemudian usai, hulahoop naik kembali ke atas disertai bunyi mesin pengerek, namun tugas Brama dan Kumbara belum selesai, mereka harus melemparkan diri ke bibir panggung yang kering agar penonton yang punya uang lebih bisa berfoto dengan mereka. Orang tua berebut antri agar anak mereka bisa berfoto dengan pose 'dicium' lumba-lumba. Salah satu dari kedua lumba-lumba itu menjadi merah bagian perutnya karena kebanyakan melemparkan diri ke panggung. Saat itu baru jam sebelas, akan ada dua pertunjukkan lagi yang harus dilakoni binatang-binatang ini hanya dengan waktu istirahat kurang lebih 1 jam lamanya. Kebetulan hari ini adalah hari terakhir binatang-binatang tersebut melakukan pertunjukan di Cibaduyut yang sudah berlangsung selama 1 bulan penuh, sebelum mereka nantinya akan diangkut dengan menggunakan truk selama berjam-jam, melakukan perjalanan menuju Semarang.


Konservasi v/s Eksploitasi

PT. WSI mengklaim dirinya adalah sebuah Lembaga Konservasi Mamalia Air dan berada di bawah Departemen Perikanan dan Kelautan BKSDA Jawa Tengah. Pada prakteknya PT. WSI membawa hewan-hewan dilindungi seperti lumba-lumba, beruang madu, kakak tua kecil jambul kuning, berang-berang, ataupun tupai tanah untuk mengadakan pertunjukan sirkus keliling antar propinsi. PT. WSI jelas telah melanggar Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pasal 21 (ayat 2) yang berbunyi :

Setiap orang dilarang untuk :
a) menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

PT. WSI jelas-jelas telah menyimpan, memiliki, memelihara serta mengangkut satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.

Namun sayangnya undang-undang ini belum mencakup peraturan dan sanksi mengenai 'mempertontonkan dan mempertunjukkan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup', sebuah Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 447/2003 dan Nomor 53/2006 tentang kewajiban pemelihara satwa liar berhati-hati dan larangan memeragakan satwa liar secara tanpa etika dan menjaga keselamatannya, peraturan ini nampak berlawanan dengan undang-undang nomor 5 tahun 1990 di atas karena memperbolehkan seseorang ataupun lembaga memelihara satwa liar yang sebelumnya dilarang, namun ditambahkan kalimat 'berhati-hati dan larangan memeragakan satwa liar secara tanpa etika dan menjaga keselamatannya' yang sangat lemah dan mengandung banyak celah untuk dilanggar. Saya menduga peraturan ini dibuat hanya untuk meniadakan dan menghukum sirkus keliling kecil semacam topeng monyet, namun menyisakan celah bagi perusahaan besar yang sebenarnya sama-sama memperagakan dan mengeskploitasi hewan untuk sebuah pertunjukkan seperti Seaworld, Ancol, Taman Safari, dan tempat wisata sejenis.

Berhati-hati yang seperti apa? Tanpa etika yang bagaimana? Menjaga keselamatannya hanya dengan menjaga agar tetap hidup? Jelas seharusnya Peraturan Menteri ini tidak diperlukan karena akan mengakibatkan satwa liar akhirnya dapat dipelihara oleh perorangan ataupun perusahaan. Satwa liar memang seharusnya ditampung oleh Badan Konservasi, untuk nantinya dikembalikan lagi ke habitatnya. Bukankah begitu seharusnya hukum perhutanan tersebut bekerja?

Namun... Jika badan konservasi akhirnya diklaim seperti pernyataan WSI membawahi sebuah perusahaan pentas pertunjukkan hewan seperti yang dilakukan Wersut Seguni Indonesia, alamak, busuk benar badan-badan negara ini...