Senin, 27 Februari 2012

Dua Kakek Saya...

Saya punya dua orang kakek dari Ibu saya. Seorang kakek kandung yang selalu dipanggil ‘Ayah’ dan seorang lagi kakek tiri yang dipanggil ‘Opa’. Dua-duanya berada di Padang, di tanah kelahiran Ibu saya.

Ayah, begitu Ibu memanggilnya, hidup terpisah dari rumah Oma, nenek saya. Mereka bercerai tepat ketika Ayah ditangkap atas tuduhan bahwa dirinya punya nama yang mirip dengan pemimpin PKI. Ayah PKI, semua petani dan guru di belahan Indonesia kebanyakan tergabung dalam organisasi ini pada tahun 1960-an. Ia dijatuhi hukuman pengasingan selama 13 tahun yang entah akan dikirim ke mana, maka itu Oma mengambil keputusan untuk bercerai karena baginya tidak mungkin menunggu selama 13 tahun, hidup harus terus berjalan baginya dan keenam anaknya. Selepas Ayah ditahan, Oma beserta Ibu saya pun ikut-ikutan di bawa ke gua Jepang, diperiksa apakah mereka ini Gerwani atau bukan. Sayangnya, cuma sekelumit cerita itu saja yang saya dapatkan dari Ibu saya tentang Ayah dan PKI.

Apa yang saya ingat dari Ayah? Kakek kandung saya? Dia adalah orang penyayang, lembut dan pintar. Saya selalu senang ketika kami ke Padang, saya akan mengunjunginya di sebuah rumah Gadang yang kuno dan klasik. Ketika kaki saya menginjak rumah itu ada derik dan bau kayu yang khas. Kakek akan menyambut saya dengan senang dan saya akan menikmati pertunjukkan andalannya, yaitu Sulap. Jika sekarang alat-alat sulap dijual instan, Ayah membuatnya sendiri dari bahan-bahan bekas, misalnya bekas bungkus korek api, plastik dan lain-lain.

Namun, ketika saya beranjak remaja, saya mulai suka untuk mengurung diri seperti kebanyakan remaja lainnya. Kesalahan terbesar saya kepadanya adalah, ketika sulap sudah bukan jadi hal menarik bagi seorang remaja, saya gampang bosan. Saat itu Ibu dan Bapak saya sedang berbincang serius di ruang tamu bersama Ayah, sedangkan saya bermain sendiri, waktu itu saya kelas 2 SMP. Karena terlalu bosan dan rasa iri terhadap kakak dan adik saya yang tidak ikut dalam kebosanan ini, saya memaksa orang tua saya untuk pulang, namun ketika mereka tetap melanjutkan obrolan, saya akhirnya marah dan bilang akan pulang sendiri. Orang tua saya pun panik mengejar saya dan terpaksa pamit. Setelahnya saya dapat masalah besar, dicaci keluarga besar, namun bukan hal itu yang bikin saya menyesal, melainkan tatapan Ayah ketika ia juga khawatir melihat saya yang keluar dari rumahnya dengan marah. Mata itu terkenang hingga sekarang dan bagi yang tahu rasa bersalah, ia seperti tombak, akan menghujam hatimu, membuatmu merasakan nyeri dan malu. Saya tak sempat meminta maaf atau memperbaiki hubungan karena dua tahun setelahnya, ia meninggal dunia karena sakit…


***


Kakek saya yang kedua, Opa, adalah Kakek Tiri. Ia menikah dengan Oma dengan paut umur 10 tahun, di mana dirinya jauh lebih muda. Opa dilahirkan dari keluarga Kristiani dan mempunyai peranakan Manado- Cina-Belanda. Ia pelaut kadang merompak dan guci-guci hasil rompakannya nangkring dengan manis di rumah. Oma dan Opa punya dua anak, dua-duanya perempuan, jadi Ibuku punya dua saudari tiri. Opa juga seorang yang penyayang. Ia bisa berbahasa Padang namun biasanya dia suka menggunakan bahasa betawi, hal itu tidak menghilang hingga saya besar.

Opa punya keahlian dalam merakit barang elektronik, membetulkan sepatu atau membuat meja dan kursi. Kebanyakan, rumah Oma dulunya dipenuhi dengan furniture bikinannya. Ia senang makan mie instan dan kalau ketahuan Oma, akan dimarahi. Kelurga Opa kebanyakan menetap di Jakarta. Ia tiap tahun akan pergi ke Jakarta untuk mengunjungi adik-kakaknya yang tinggal di sana.

Saya lupa apakah Opa sering bercerita tentang masa lalunya atau tidak (dasar pendengar yang buruk), namun sepertinya sih jarang. Opa kadang nakal, ia biasa mengakali PLN dengan mengutak-atik meteran listrik di depan rumahnya, biar biaya listrik makin murah katanya.

Opa senang mengantar dan menjaga cucu-cucunya yang masih kecil-kecil. Pagi-pagi Opa akan mengantar cucunya ke sekolah, lalu saat istirahat mengantar makanan untuk cucunya, dan menjemput mereka saat pulang sekolah. Saat liburan, jika ia ikut, Opa akan menjaga kala anak-anak berenang atau sedang bermain di wahana permainan. Ia pun bisa menjadi tim yang baik untuk Oma, misalnya, jika Oma yang memasak, ia yang bersihkan peralatan masak. Oma mencuci piring, ia mencuci baju. Oma beres-beres rumah, ia membetulkan furniture yang rusak.

Hingga kemudian, di saat saya berniat untuk datang ke Padang saat maret, sebuah kabar tiba-tiba saja datang. Opa meninggal. Ibu saya menangis ditelepon, dan saya putuskan bahwa meski uang tersisa sedikit, saya mesti ke Padang untuk memberikan penghormatan terakhir untuknya. Saya yakin hei Opa, walau beberapa orang mungkin tidak setuju menyebutkan sejarah dirimu perompak dan kristiani, bagi saya tidak masalah, kamu tetap orang baik meski dulunya perompak dan kristiani. Buktinya, orang gila yang saban hari lewat kamu beri rokok, orang yang mengaku baik saja merasa lebih baik usir itu orang gila, dibanding kasih sedikit nasi, karena kamu tahu, orang gila, juga manusia yang hidup, makhluk hidup.

Dua kakek saya berpulang ke tanah, apa lagi sih yang ada setelah kematian? Kenangan bukan? Inilah yang kadang-kadang menyiksa bagi yang hidup, karena kenangan itu raja… sembunyi dalam liku kecil neuron kita...

Selasa, 07 Februari 2012

Paranormal Activity 3


Oke. Akhirnya saya nonton Paranormal Activity 3. Tadinya saya underestimate film ini, ah saya pikir, ini cuma film murahan dari segi akting dan sinematografi, mungkin ini akibat saya terlanjur kecewa sama acting Gwyneth Paltrow di Iron Man 1 #eh, anyway… Berikut resensinya, enjoy…


Paranormal Activity 3 adalah kelanjutan dari Paranormal Activity dan Paranormal Activity 2 (saya belom nonton yang ini) tapi saya simpulkan bahwa dalam Paranormal Activity 3 adalah jawaban dari misteri 2 film sebelumnya. Pada awalnya film dimulai pada akhir tahun 1990-an bersama Katie dewasa yang sedang mengandung lalu kemudian datang Kristi yang membawa beberapa kaset video beta yang akan dititipkan pada gudang bawah rumah Katie. Kemudian setting berganti lagi menjadi tahun 2000 pada rumah yang sama dalam keadaan berantakan seperti habis dirampok dan kaset video yang waktu itu berada di ruang penyimpanan bawah tanah, hilang.


Setelah beberapa teaser, film sebenarnya pun dimulai, kali ini setting film diambil dengan latar belakang tahun 1988, saat Katie dan Kristi masih kecil. Mereka hidup disebuah rumah besar bersama Ibunya, Julie (Lauren Bittner) dan kekasih Ibu mereka, Dennis (Chris Smith). Keanehan mulai terjadi, terutama menimpa si bungsu Katie (Chloe Csengery) yang mempunyai teman khayalan bernama Toby, yang sebenernya bukan khayalan sama sekali.


Kejadian-kejadian aneh mulai menimpa keluarga ini, seperti suara-suara yang cukup menganggu yang didengar Dennis saat ia bekerja di ruang bawah, mengedit video perkawinan. Maka dari itu Dennis memutuskan untuk memasang beberapa kamera untuk merekam kegiatan dalam rumah. Satu di kamar tidurnya, satu di kamar anak-anak yang kebetulan tidur bersama di lantai atas, satu lagi, dengan menggunakan rangka kipas angin, ditaruh diantara ruang tamu dan ruang makan.


Keanehan segera terjadi dan tertangkap oleh kamera yang menyala dan diganti kasetnya secara berkala. Mulai dari Katie yang selalu bangun malam-malam karena ‘temannya’ Toby mengajak bermain. Lampu yang tiba-tiba menyala dengan terang kemudian meledak. Kemudian baby sitter yang ketakutan karena mengalami kejadian ‘paranormal’. Kristi yang mulai ketakutan akan keberadaan Toby. Rekan kerja Dennis yang meninggalkannya karena mengalami ‘serangan’ ketika diminta menjaga Kristi di siang bolong.


Film dirangkai dengan sistematis oleh Henry Joost dan Ariel Schulman. Intensitas dijaga hingga mencapai puncaknya yang hadir di akhir film. Hal lain yang patut dipuji adalah akting yang begitu alami dilakukan oleh pemain-pemainnya termasuk kedua aktris cilik yang berperan sebagai Kristi dan Katie. Henry Joost dan Ariel Schulman juga pandai menangkap momen-momen tertentu, seperti saat gigi susu Katie akan tanggal, ah itu kan’ sungguh momen yang tidak bisa direka-reka, apa jangan-jangan itu bohongan dan saya tertipu?


Setelah menonton film ini, apa yang dapat saya simpulkan? Bahwa sebenarnya kehadiran makhluk halus yang benar-benar tak berwujud dan transparan sebenarnya tidaklah terlalu menakutkan. Namun ketika dia hadir dengan wujud yang menyeramkan serta memiliki kemampuan membunuh… Itu yang kita semua takutkan… bukan?