Rabu, 22 Juni 2011

Selintas

Jika saya berpikir macam itu lagi, ini jadi sebuah beban baru yang berlapis-lapis. Beban saya terhadapmu kawan, yang menginginkan hidup, yang masih optimis hingga hari akhirmu. Saya merasa berdosa kepadamu karena keinginan ini masih sering selewat datang dalam benak saya. Kawan, jika nyawa bisa ditukar, saat itu saya akan berikan untuk kamu segera, karena duniamu terlalu riuh untuk ditinggalkan sementara dunia saya terlalu sepi untuk ditinggali...


Maafkan saya Kawan...




*pikiran yang sering selintas datang

Senin, 06 Juni 2011



Despicable Me



Sebuah opini dan resensi



Bagaimana jika menjadi seorang pencuri merupakan cita-cita yang membanggakan? Itulah kira-kira sebuah semboyan yang digusung oleh film animasi produksi Universal Pictures, Despicable Me. Ke-eksistensian seorang pencuri di nilai dari seberapa besar ia dapat mencuri bangunan bersejarah, misalnya mencuri Patung Liberty, Menara Eifel, atau mungkin jika terjadi di Jakarta, Monas pun dapat ikut raib, walau Monas hanyalah simbol dan sebenarnya merupakan hiburan rakyat golongan bawah yang ingin menghabiskan akhir pekan dengan murah, karena golongan atas hanya akan menangis jika si pencuri berhasil mengambil Grand Indonesia atau mungkin si pulau belanja kecil, Singapura.


Despicable Me mengandung banyak pemaknaan secara harfiah maupun metafora terhadap hal-hal nyata seperti ; hubungan pekerja dengan ‘bos’ yang lebih digambarkan pada karakter ‘pemujaan’, pembiayaan bank, regenerasi kepada orang yang lebih produktif, persaingan antara ilmuwan atau dalam hal ini antara ‘pencuri’, kolusi, nepotisme dan sikap manusia yang tidak absolut, berubah.


Namun menurut adik saya, seorang pecinta film animasi, film ini gagal jika dimasukkan dalam kategori komedi. Karena gaya humor yang ditawarkan bersifat setengah-setengah atau istilah anak muda sekarang adalah ‘garing’.




****




Pagi itu, Gru, seorang pencuri, menjalani kehidupannya seperti biasa, membeli kopi serta kue untuk sarapan, ia bersiap menjalani kehidupan dengan santai hingga sebuah berita menghampirinya, sebuah piramida di Mesir telah dicuri! Ia memang telah mencuri, namun hanya hal-hal kecil yang tidak sebegitunya diperhitungkan. Hukumnya, jika seseorang berhasil mencuri sesuatu yang hebat, maka ia harus bisa mencuri hal lain yang lebih hebat lagi.


Maka itu ia mengumpulkan para pekerjanya untuk rapat besar. Pekerjanya bukan manusia, namun sejenis makhluk kecil dengan badan mirip kapsul, berwarna serupa bola tenis. Walau sebegitu aneh rupanya, nama mereka tetap normal, John, Kevin, serupa nama manusia pada umumnya. Kehadiran karakter ini kurang lebih membantu untuk menceriakan cerita dengan humor ‘konyol’. Mereka selalu menertawakan segala sesuatu yang sederhana, mirip sekali dengan orang yang sedang mabuk ganja.


Untuk pencurian selanjutnya, mereka mempunyai rencana yang sangat besar, yaitu mencuri Bulan. Yap, si benda yang memantulkan sinar matahari pada malan hari, satelit bumi, BULAN.


Untuk mencuri bulan, ia memerlukan alat-alat yang memadai untuk rencana tersebut yaitu sebuah alat ‘pengecil’ dan berharap mendapat pinjaman dari bank untuk mewujudkannya. Namun bank sudah menginvestasikan terlalu banyak uang untuk Gru dan tidak mendapat keuntungan yang begitu berarti. Mereka berharap dapat meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dengan modal yang sesedikit mungkin (hmm…pernah dengar hukum ekonomi ini?).


Entah bagaimana akhirnya Gru menemukan seseorang telah menciptakan alat ‘pengecil’ tersebut. Mereka pun mencuri alat tersebut dari sebuah pulau yang berada di Asia Tenggara, bagi saya terlihat mirip seperti Jepang. Jika diperhatikan lebih seksama, cara kerja alat ini serupa dengan ‘senter pengecil’ buatan Doraemon yang telah akrab bagi anak-anak di tahun 1990-an yang gemar menyaksikan film serinya setiap minggu.


Namun sialnya Gru, alat itu segera dicuri lagi oleh Vector, seorang pencuri yang berhasil mencuri piramida. Pada tahap inilah Gru mencari cara agar dapat masuk ke kediaman Vector dan mencuri kembali alat pengecil tersebut. Setelah berbagai usaha, Gru menemukan sebuah jalan keluar dari tiga orang anak yatim piatu yang dipersilahkan masuk oleh Vector karena menjual kue yang disukainya.


Dari sana terbit sebuah ide. Gru segera mengadopsi anak-anak tersebut dari yatim piatu untuk dilibatkan dalam aksi pencurian tersebut. Anak-anak ini hanyalah anak polos dengan kehausan kasih sayang dari orang tua yang mereka tak pernah mereka punya. Dalam film, keadaan panti asuhan digambarkan sangat tidak menyenangkan, penuh siksaan mental dan hinaan, dalam kehidupan nyata saya kira tidak banyak berbeda, begitu kiranya yang saya tahu dari sebuah laporan yang ditulis Truman Capote berjudul ‘In Cold Blood’.


Margo, Edith dan Agnes resmi diadopsi oleh Gru tanpa proses yang begitu berbelit-belit. Gru begitu dingin pada anak-anak tersebut pada awalnya, hal ini dikarenakan masa lalu Gru sebagai anak tunggal yang haus kasih sayang dan tidak pernah memperoleh sedkitpun penghargaan. Namun kehadiran anak-anak akhirnya membuat kehidupan Gru semakin berwarna dengan keluguan dan manjanya anak-anak kecil. Gru berubah menjadi mencintai anak-anak tersebut.

Mencuri bulan tak lagi jadi begitu penting bagi ketika anak-anak tersebut dalam bahaya. Gru yang semula membuang si anak-anak, akhirnya memperjuangkan mereka kembali. Bulan kembali berada di tempatnya seperti semula, everybody is happy.


Entah mengapa menurut saya, hal itu justru sangat amat munafik, karena yang terjadi di dunia nyata adalah hal yang lebih-lebih pelik lagi, ya kejiwaan yang terguncang, krisis kepercayaan, namun memang kata-kata ‘happily ever after’ mendominasi tiap dongeng mulai dari Cinderella hingga Despicable Me bahkan Shrek.


Nah menurutmu?





*minggu sore, di kos tanpa penghuni, sarapan dan makan siang roti tawar agar tidak kadaluarsa esok hari. Hidup pelik, namun beginilah hidup bukan?

Rabu, 01 Juni 2011

Ngompol Lagi

Perjalanan malam itu seharusnya mulus, tanpa gangguan, namun hembusan AC yang meracuni badan dengan hawa dingin membuat kandung kemih terlambat menyadari bahwa dirinya telah penuh. Untuk kesekian kalinya saya harus ngompol akibat jalanan Jakarta yang macet laur biasa. Selain juga karena mungkin terjadi kesalahan pada organ ureter pada tubuh ini.

Ngompol ketika dewasa agak merepotkan, karena Anda akan dihadapkan pada norma-norma yang ketika kecil dulu bisa dimaklumi begitu saja. Seorang anak kecil yang ngompol, akan bebas melenggang begitu saja tanpa sehelai kain pun menutupi kulitnya yang terbuka bebas karena celana sudah basah, tentu akan menimbulkan penyakit jika dipakai kembali. Tentu hal ini tidak dapat dilakukan orang dewasa yang waras, yang dikungkung oleh sabuk sosial untuk menjaga aurat dengan berpakaian dalam, berpakaian luar yang menutup hingga bagian tertenu yang dianggap tidak menimbulkan syahwat.

Mirip dengan kejadian malam itu, saya yang sudah dewasa, untuk kesekian kalinya ngompol karena tidak tersedianya fasilitas WC umum pada halte-halte Trans Jakarta yang membuktikan bahwa fasilitas untuk perempuan hamil, orang tua atau orang dengan kekurangan fisik di nomor duakan. Mengeluarkan urine adalah hal yang alamiah, ini mirip halnya dengan mengeluarkan racun dalam tubuh, namun karena jadwal yang berbeda-beda, fasilitas umum macam Trans Jakarta menganggap semua penumpang sama kuatnya dengan penumpang kebanyakan dapat menahan keluarnya urine dalam 3-4 jam perjalanan.

Begitukah seleksi alam?

Jadi, jika saya yang penuh dengan kekurangan masalah jadwal kencing tak tertahankan harus mengatasi masalah kesehatan saya dahulu baru mungkin dapat berbaur dengan kehidupan orang umum pada kebanyakan. Jadi ini sepenuhnya adalah MASALAH KANTONG URINE SAYA.

Lalu bagaimana saya harus tahu ada masalah pada kantong urine atau tidak. Dengan pergi ke dokter, melakukan segala tes kesehatan yang menakutkan, belum lagi dibayang-bayangi vonis mendadak atas sebuah penyakit serius yang hanya bisa diobati dengan biaya mahal dan mungkin saja sulit untuk disembuhkan, dan ketika di vonis kamu akan dipojokkan untuk sebuah tindakan kesehatan disodorkan formulir bahwa kamu bersedia dibawa ke meja operasi, dipreteli bagain-bagian tubuhnya yang mempunyai resiko besar hilangnya nyawa karena kelalaian yang mungkin saja terjadi. Dan kamu bisa pergi begitu saja saat itu, atau beberapa minggu setelahnya karena mengalami komplikasi kronis.

O.K.E

Katakan tidak untuk operasi meski mereka bilang dalam 6 bulan lagi saya tentu tidak akan dapat bertahan, katakan tidak untuk sebuah ketakutan-ketakutan pasti akan sebuah kematian. Katakan tidak ketika mereka menyodorkan sebuah formulir yang menjanjikan bahwa mereka akan merawatmu (selama kamu masih berduit) dan berusaha sebaik-baiknya. Saya punya hak atas tubuh ini, ini tubuh saya.

Tentu, kejadian ngompol lagi akan berlanjut tidak hanya sampai disini, saya hanya perlu selalu bawa baju ganti untuk mengantisipasi kejadian malam tersebut, karena membeli pakaian mendadak adalah sebuah kemewahan yang tak perlu, dan bisa saya hindari sebaik-baiknya karena saya mengenali bahwa si kantong kemih, gampang sekali penuh, terutama ketika hawa dingin terlampau menusuk dan cita-cita minum satu liter setiap hari.

:)



dari lantai 20, dengan semua orang mengetahui bahwa saya mengompol dengan bebasnya, saya suka kejujuran yang melegakan...