Sabtu, 16 April 2011

Timpang

Minggu kemarin saya pergi ke Tanah Abang. Sebuah pasar dekat stasiun kereta api Tanah Abang, Jakata Pusat. Pasar ini sudah eksis bahkan semenjak saya masih kecil. Suasana pasar ramai, karena minggu ini adalah tanggal muda. Baju muslim, peralatan sholat, pakaian wanita, sepatu sendal dan kebaya terlihat dijajakan dan pengunjung pun berhamburan. Kebanyakan pengunjung berasal dari kelas menengah dan bawah yang sudah berkeluarga atau mempunyai anak. Tidak jarang saya akan melihat anak-anak tersebut menangis karena kepanasan, terjepit atau bahkan sesak karena pasar makin siang makin dibludaki orang-orang. Oh memilukan melihat Ibu memarahi anaknya yang rewel sementara ia sedang memilih pakaian, sulitnya keadaan tersebut.


Kemudian menjelang sore hari, saya harus menyambangi sebuah mall besar dibilangan Jakarta Barat, Mall Taman Anggrek. Seperti biasa, ciri khas mall-mall besar di Jakarta, tempat ini juga dilengkapi dengan pendingin yang menurut saya sengaja ngajak berantem karena suhunya terlalu dingin, tempat makan mahal, jajanan yang sehat, serta tempat berlalu lalang yang cukup lenggang, toko-toko yang tertata apik, bersih. Sebagian besar pengunjung berasal dari keturunan Tionghoa dari golongan kelas A. Keadaan yang jauh timpang jika saya bandingkan dengan tadi siang di Tanah Abang. Anak-anak yang datang ke Taman Anggrek nyaris semuanya telihat bahagia karena dimanja dengan keadaan yang mudah, makanan yang bersih, baju yang bagus, pengasuh yang senantiasa menjaga anak sementara si Ibu berbelanja, suhu yang tidak meresahkan, dan untuk pulang pun anak-anak ini tinggal berdiri untuk dijemput supir.


Oh Gaia,

Apakah aku harus membesarkanmu dalam ketimpangan ini? Dan membiarkan otakmu yang baru akan berkembang nantinya menyerap semua kejadian ini dan menganggapnya hanya sebagai seleksi alam? Tidak, tidak, dan aku takut meninggalkanmu sendirian jika waktuku berlalu begitu cepat. Aku ingin kamu percaya bahwa hal ini, semua rentangan kelas yang akan kamu lihat jika kamu duduk dibangku kuliah dengan jurusan advertising dan merasa akrab dengan kata SES ABC, ku harap kamu tidak sebodoh aku dulu, melewatinya tanpa banyak bertanya. Bertanyalah Gaia dan jangan pernah percaya jalan buntu dari sebuah kebenaran.


Manusia itu sama Gaia. Lihatlah agama tidak melakukan apapun atas kelas yang sengaja diciptakan manusia. Lalu apakah kamu akan diam saja Gaia? Setidaknya berteriaklah ketika kereta listrik lewat. Kamu bukan robot nak, yang diprogram untuk terus senang dan bahagia dan sabar dalam keadaan apapun. Itu bohong.


Kamu hanya bisa berpegang pada sesuatu dalam hatimu. Cinta. Dengan cinta kamu bisa menggerakan semua, dengan cinta kamu percaya, dengan cinta kamu bisa melakukan apapun, dengan cinta kamu bisa mempunyai kekuatan melebihi amarah, dengan cinta kamu berpikir, rasakanlah nak, bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan hidup layak, tanpa sebuah kebohongan yang diciptakan atas nama kelas dan hal itu menjadi identitas kualitas.

Mungkin terdengar sedikit utopia.

Tapi ketika kamu merasakan sesuatu berdetak, memanggil, kamu akan tahu itu apa. Nah, nak...selamat tidur...

Selasa, 12 April 2011

You Will Meet A Tall Dark Stranger

Saya memang sudah berniat untuk menulis resensi tentang film ini, namun sebuah koran tergeletak, nampaknya tertinggal dan begitu menggoda untuk dibuka dan…guess what, saya menemukan resensi film tersebut dan saya tidak menyukainya. Well, according to my opinion, si penulis telah salah menyimpulkan cerita because that’s not how the story I catch after I watch the movie. So this is it, You Will Meet A Tall Dark Stranger (engga tau kenapa si sutradara atau penulis naskah memilih judul ini) versi saya.

***

Menolak untuk menjadi tua, Alfie Shepridge (Anthony Hopkins) membangun kepercayaan dirinya dengan terus berolahraga dan kemudian menjadi bosan terhadap istrinya, Helena Shepridge (Gemma Jones) yang ia anggap tidak mempunyai misi yang sama. Kuat dan percaya diri, Alfie meninggalkan Helena yang kemudian mencoba bunuh diri dengan minum pil tidur. Limbung dan patah hati, Helena lalu secara teratur menemui Cristal (Pauline Colins), seorang cenayang,

“Empat puluh tahun menikah dan bersama, membuatmu cukup tergantung…”, ujar Helena ketika ia pertama kali menemui Cristal.

Ramalan-ramalan Cristal tentang masa depan Helena yang cerah cukup membantu Helena untuk meneruskan hidup dan membantu anak perempuannya, Sally (Naomi Watts), untuk membayar sewa apartemen. Suami Sally, Roy Channing (Josh Brolin), adalah seorang penulis novel sukses, namun sayang karya selanjutnya selalu ditolak oleh penerbit, berada dalam tekanan untuk menulis melebihi karya pertamanya dan menghadapi kenyataan bahwa ia adalah pengangguran, Roy memilih untuk ‘melarikan diri’ mendekati tetangga barunya, Dia (Freida Pinto) seorang musisi keturunan India.

Sally kini memilih bekerja untuk menambah pemasukan setelah Roy berhenti dari pekerjaan terakhirnya sebagai supir. Sally merasa lebih baik ketika bekerja di sebuah galeri seni milik Greg Clemente (Antonio Banderas) dan sedikit naksir bosnya tersebut, seorang pria matang yang sudah berkeluarga. Sally berselingkuh secara perasaan terhadap Greg dan hal ini mempengaruhi hubungannya dengan Roy yang makin terasa hambar.

Sementara itu, Alfie merasa membutuhkan pendamping hidup yang baru. Ia kemudian bertemu Charmaine (Lucy Punch), seorang pelacur yang kemudian dinikahinya. Kabar ini terdengar oleh Helena, yang akhirnya makin sering mengunjungi Cristal dan kini mempercayai bahwa ia punya kehidupan sebelumnya lalu kehidupan setelah ini, dan begitulah Helena membuat dirinya kuat secara spiritual. Alfie, memanjakan Charmaine dengan uang, hal ini menjerumuskannya ke dalam hutang, disisi lain ia mulai merasakan bahwa memang dirinya sudah tua dengan keharusan mengonsumsi Viagra setiap kali akan berhubungan seks.

Suatu hari, Roy mendapat sebuah kabar dari teman bermain pokernya bahwa terjadi sebuah kecelakaan yang menimpa dua kawan mereka. Satu meninggal dan yang satu lagi dalam keadaan koma. Strangler, teman yang diberitakan meninggal, pernah menyerahkan sebuah naskah pada Roy, dan naskah tersebut luar biasa bagusnya. Strangler belum pernah menunjukkan pada siapapun karyanya tersebut kecuali kepada Roy. Nekad, Roy kemudian mengklaim naskah tersebut sebagai miliknya dan membawanya kepada Ayah Dia, seorang penulis kawakan. Singkatnya naskah tersebut sukses lolos sensor dan hubungan Roy dengan Dia makin dekat.

Dia mempunyai rencana untuk menikah dengan tunangannya sebentar lagi, namun frekuensi pertemuannya dengan Roy, membuat ia mempertanyakan dirinya kembali. Berselingkuh dengan Roy adalah salah karena sebentar lagi ia akan menikah, namun ia tidak dapat memungkiri bahwa ia senang atas puji-puja yang diberikan Roy terhadap dirinya, ia sadar benar bahwa Roy sedang merayu namun ia menyukainya. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuat pengakuan kepada tunangan serta keluarganya dan pernikahannya pun dibatalkan.

Hubungan Roy dengan Sally makin memburuk hingga Sally memutuskan bahwa ia tidak dapat mmpertahankan rumah tangganya lagi. Harapan Sally terhadap Greg membumbung ketika si bos mengajaknya menonton opera berdua. Namun sebuah kenyataan mematahkan hal tersebut, ternyata Greg menjalin hubungan dengan teman Sally, seorang pelukis yang baru-baru ini bekerja sama dengan galeri seni milik Greg. Kesal, Sally memutuskan untuk membuka galeri seni miliknya sendiri dengan mengandalkan uang Helena yang pernah dijanjikan.

Sementara itu, Charmaine, ternyata membutuhkan partner sepadan dalam berhubungan seks dan gaya hidup. Ia kemudian berselingkuh dari Alfie. Kecewa, terjepit hutang, dan (mungkin) sadar, Alfie kembali mengubungi Helena dan mengatakan bahwa ia membutuhkan mantan istrinya tersebut untuk bersama lagi. Namun Helena menepisnya dengan mengatakan bahwa ia telah melanjutkan hidup dan itulah yang sebaiknya juga dilakukan oleh Alfie.

Sebuah kabar baik menghampiri Roy, naskah curiannya tersebut disetujui untuk diterbitkan. Namun kabar buruk segera mendatangi tak lama setelah bukunya terbit. Teman pokernya meralat pemberitaan bahwa yang meninggal justru bukan Stranggler saat kecelakaan kemarin, Stranggler dalam keadaan koma dan menunjukkan progress yang baik hingga hari ini. Segalanya jadi kacau, setidaknya bagi Roy atau Sally atau Alfie atau Dia. Helena? Ia akan baik-baik saja selama ia masih percaya bahwa ia mungkin saja reinkarnasi dari Joan of Arc dan tentu saja segelas Sherry.

Woody Allen sukses menceritakan problematika kehidupan dengan jenaka ditandai dengan latar belakang musik yang jenaka pula. Ia punya pesan-pesan yang kuat melalui dialog pemainnya, tetang bergantung, kejujuran, ego, rayuan gombal, hingga rasa sesal khas dari orang-orang yang melakukan kesalahan. Namun menurut saya, kelemahannya adalah setengah-setengah untuk menempatkan narrator untuk menjadi satu kesatuan cerita seperti Desprated Housewife atau Sex and The City.


Tapi film ini membuat saya tertawa, ah lebih banyak menertawakan kehidupan saya sendiri lebih tepatnya. Ya apalagi? Saya diselingkuhi lalu saya selingkuh juga. Ayah dan Ibu saya selingkuh (meski lebih banyak si Ayah). Hingga saya terpaku pada sesuatu yang mengetuk-ngetuk pikiran. Masih adakah kejujuran hingga hari ini? Ah, saya saja masih takut akan hal itu. Semoga suatu hari nanti saya bisa menjadi seorang manusia yang jujur.



Slipi, saat terbangun dari tidur siang dan menemukan semuanya jadi lebih sepi dari dua minggu terakhir, dan memutuskan untuk begadang.

Jumat, 08 April 2011

PECUNDANG KENTUT

Intrik.

Intrik itu ada di mana-mana, di sana, sini, di kamu, dia, saya, temanmu, temanku, sebuah hubungan, politik, pencarian kekuasaan ekonomi, pembangunan citra, di mana-mana.

Ah mengundang saya tidak penting, karena eksistensi dan esensi saya dipertanyakan, saya ini bisa apa untuk kepentingan-kepentingan yang kalian punya? Juga tidak penting mendengarkan pendapat saya karena yang tahu hidup saya akan bagus ya kalian bukan? Jadi percuma saya buka mulut ini dan berkobar bilang bahwa saya ini itu, ina ini, karena menurut kalian itu hanya sebuah pepesan kosong dan kalian bertindak sendiri. Menyuruh diri saya ini jujur, memaksa saya mengeluarkan kepastian karena sebuah kepentingan, memojokkan saya dengan banyak hal, saya telanjang sendirian sementara kalian tetap saja memakai baju. Berbisik dan berharap saya tidak mendengar rahasia-rahasia yang terjadi. Atau tidak mau saya tahu rahasia yang terjadi. SHIT! Saya rasanya sudah telanjang mandi TAHI pula.

Hidup kepentingan!

"Ah itu kan salahmu sendiri, siapa suruh kau melakukan itu dulu?"

Ya ya ya. It's my fucking fault. Yakin benar bilang bahwa bumi akan menanggung semuanya? Sementara saya ini adalah objek tanpa eksistensi dan esensi, sementara bumi, penuh eksistensi dan esensi, lebih mudah memindahkan semua beban kepada si tanpa eksistensi dan esensi karena jika ia hilang toh tak ada yang rugi, ah yang kemarin bilang rugi pun bohong.

Selamat datang pecundang kentut! Kalimat itu menggema besar-besar melalui pengeras suara ketika saya membuka pintu dan semua wajah mengarah kepada saya. Well yeah, that's me. Sehingga setiap saya berkenalan pada orang yang berada dalam lingkaran tersebut mereka seakan-akan sudah tahu dengan serta merta bilang dihadapan wajah saya,

"Oh ini yang namanya pecundang kentut..."
"Tahu darimana dan mengapa saya dibilang pecundang kentut?" tanya saya.

Lalu mereka akan memalingkan wajah dan itu berarti ada alasan yang tidak bisa dikatakan. Sebuah rahasia yang memuakkan. Yang yaaah...itu karena kesalahan-kesalahan yang kemarin saya lakukan. Ayolah BUNUH saja SAYA ini.

Kesalahan adalah tetap sebuah kesalahan, seberapapun besar usahamu untuk mencucinya, nodanya tidak akan pernah hilang.

Ya ya ya kalian tidak berbohong kok, hanya tidak mengatakan sesuatu saja, atas alasan yang tidak pernah saya mengerti dan apa yang terjadi sekarang lebih tak ku mengerti lagi. Dan tak pentinglah jika harus ku mnegerti esok hari, karena menundanya lebih penting daripada membaginya dan tidak begitu penting dibagi kepada pecundang kentut karena dia toh tidak penting. Cuma bau yang harus dienyahkan cepat-cepat.

Setuju?